Jakarta, Aktual.com – Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Akhmad Wiyagus menyebut inflasi nasional secara year-on-year (YoY) pada Oktober 2025 sebesar 2,86 persen. Meski masih berada dalam target nasional 1,5–3,5 persen, ia mengingatkan pemerintah daerah (pemda) untuk mewaspadai kenaikan harga emas perhiasan dan sejumlah komoditas pangan.
“Emas ini menjadi isu pilihan investor Indonesia untuk membangun ketahanan finansial dan menyisihkan dana darurat,” kata Wiyagus pada Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dirangkaikan dengan Evaluasi Dukungan Pemerintah Daerah dalam Program 3 Juta Rumah, yang digelar secara hybrid di Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP), Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Senin (24/11/2025).
Wiyagus menjelaskan, emas menjadi salah satu komoditas yang mendorong inflasi baik secara year-on-year maupun month-to-month akibat lonjakan harga internasional yang signifikan. Dampaknya, harga emas di Indonesia melonjak hingga Rp2.237.000 per gram. Berdasarkan laporan terbaru World Gold Council, dua dari tiga orang Indonesia memilih emas sebagai instrumen investasi.
Di sisi lain, menurutnya, menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru), pemda juga harus memperhatikan tren inflasi tahunan, khususnya terkait komoditas yang kerap mengalami kenaikan harga. Berdasarkan data perubahan Indeks Perkembangan Harga (IPH) pada minggu ketiga November, tiga komoditas yang mengalami kenaikan harga di banyak daerah adalah bawang merah, cabai merah, dan telur ayam ras.
“Jika kita melihat data ini, tentunya pemerintah daerah perlu mewaspadai tren kenaikan harga bahan pangan, dan selalu melakukan monitoring secara terkoordinasi berbasis data yang aktual. Sehingga dapat ditentukan upaya atau langkah yang tepat dalam menjaga harga komoditas agar tetap stabil dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah masing-masing,” ungkapnya.
Ia pun mengungkapkan bahwa saat ini Kemendagri memberikan atensi kepada beberapa pemda dengan inflasi tertinggi, yakni Sumatera Utara (4,97 persen), Riau (4,95 persen), Aceh (4,66 persen), Sumatera Barat (4,52 persen), Sulawesi Tengah (3,92 persen), dan Jambi (3,71 persen). Ia mengingatkan bahwa angka tersebut perlu menjadi perhatian bagi pemerintah daerah masing-masing untuk menyiapkan langkah antisipatif.
Wiyagus berharap kepala daerah dapat melakukan upaya yang terkoordinasi dan kolaboratif dengan berbagai pemangku kepentingan, dengan fokus pada peningkatan produksi komoditas pangan, pemenuhan stok sesuai pola konsumsi masyarakat di daerah, serta penguatan ketahanan pangan untuk mendukung swasembada.
“Tentunya langkah-langkah taktis secara terkoordinasi ini perlu ditindaklanjuti di lapangan. Mungkin dengan cara operasi pasar, atau pemerintah daerah yang cukup kreatif dapat membina kerja sama dengan daerah lain yang komoditasnya berlimpah, baik dalam satu provinsi maupun antarpovinsi,” tegasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi

















