Sementara itu, Pakar Pertanian dari IPB, Prof Dwi Andreas Santosa menilai tahun 2019 ini memang terjadi anomali terhadap produksi cabai dalam negeri. Sebab, kata Andreas, biasanya pada tahun-tahun lalu mulai bulan Mei, justru harga cabai melandai turun dan kemudian akan naik pada September dan Oktober.
Namun pada 2019 harga terus naik sampai sekarang. Ia mensinyalir ada beberapa hal yang menyebabkan harga cabai terus tinggi.
“Ada faktor kesalahan kebijakan terkait tata kelola cabai, jaringan tani kami menerima bantuan untuk penanaman cabe di Januari, saat itu ditanam cabai ya hancur-hancuran, karena masih musim hujan, dan sampai Maret dan April masih sisa hujan,” ujarnya.
Menurut Andreas, kebijakan Kementerian Pertanian membagikan 10 juta bibit cabe pada Januari sangat tidak efektif dan menghambur-hamburkan anggaran saja.
Kedua, lanjut dia, memang betul ada pengaruh iklim. Namun lebih karena terjadi pergeseran musim tanam cabe yang biasanya Maret, dan kemudian tumbuh bagus, sehingga Juni sudah panen sedikit-sedikit dan Juli hingga Agustus harga biasanya turun
“Sekarang bergeser ke bulan Mei baru mulai tanam, pergeseran ini sangat beresiko, air sudah tidak ada di awal tanam, sehingga pertumbuhan cabe agak terganggu. Hanya wilayah yang cukup air, tanam bulan Mei, bisa panen di Agustus atau September,” ujarnya.
Artikel ini ditulis oleh: