Jakarta, Aktual.com – Perayaan Hari Nusantara pada 13 Desember 2020 ini perlu menjadi momentum berbagai pihak untuk menyegarkan kembali visi poros maritim dunia yang semakin memperkuat persatuan serta lebih mengoptimalkan potensi perekonomian bangsa.
“Dalam momentum hari Nusantara ini pemerintah perlu melakukan meninjau ulang tentang strategi dan capaian pembangunan maritim bangsa Indonesia. Visi Indonesia sebagai poros maritim dunia yang pernah di sampaikan oleh Presiden Joko Widodo tahun 2014 lalu kini nyaris tak terdengar lagi,” kata pengamat kelautan Moh Abdi Suhufan ketika dihubungi di Jakarta, Minggu.
Abdi menyatakan bahwa minimnya gaung poros maritim dunia akhir-akhir ini sangat disesalkan sehingga perlu untuk disemarakkan kembali.
Untuk itu, ujar dia, pemerintah perlu mempertegas kembali penerapan konsep poros maritim agar menjadi haluan pembangunan.
“Kami menyarankan agar Strategi Kebijakan Kelautan Indonesia 2014-2019 yang pernah diluncurkan oleh pemerintah perlu dipastikan kesinambungannya dalam periode 2019-2024,” kata Abdi yang juga menjabat sebagai Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia.
Hal tersebut, lanjutnya, untuk memastikan detil pembangunan maritim yang akan dilakukan pemerintah dan agar pemerintah punya peta jalan yang jelas dalam pembangunan kelautan yang dilaksanakan seluruh nusantara.
Sejarah Hari Nusantara dimulai dengan deklarasi Perdana Menteri Indonesia Djuanda Kartawidjaja pada 13 Desember 1957 mengenai batas laut Indonesia yang kemudian dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.
Saat deklarasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno-Hatta, kawasan perairan Indonesia masih didasarkan Teritoriale Zeeën en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 (TZMKO 1939) yang produk hukum Hindia Belanda. Dalam peraturan itu, batas teritorial laut Indonesia hanya 3 mil dari garis pantai.
Melalui Deklarasi Djuanda, yang disahkan menjadi UU No.4/PRP/1960 tentang Perairan Indonesia, wilayah laut Indonesia yang semula sebesar 1 juta kilometer persegi menjadi 3,1 juta kilometer persegi.
Setelah mengerahkan berbagai upaya, akhirnya deklarasi tersebut diakui dalam konvensi hukum laut PBB ke-III Tahun 1982 (United Nations Convention On The Law of The Sea/UNCLOS 1982).
Dengan pemberlakuan UNCLOS 1982, kawasan Indonesia bertambah menjadi 5,8 juta kilometer persegi yang terdiri dari laut teritorial dan perairan pedalaman seluas 3,1 juta kilometer persegi dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 2 juta kilometer persegi.
UNCLOS 1982 kemudian diratifikasi oleh Indonesia melalui UU 17 tahun 1985 bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
Antara
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin