Jakarta, Aktual.com – Eksponen gerakan mahasiswa 1998, Haris Rusly Moti mengecam keras rangkaian teror yang ditujukan kepada kantor Kontras, juga pengiriman paket kepala babi dan bangkai tikus yang ditujukan kepada kantor media Tempo.
Kebebasan pers dan kemerdekaan berpendapat dijamin konstitusi dan kita semua harus menghormatinya.
“Kami mendukung langkah hukum yang sedang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengungkap pelaku, dalang dan motif dibalik rangkaian teror, menebar ketakutan dan menciptakan situasi gaduh dan merekayasa persepsi negatif yang distempel ke pemerintahan Prabowo,” ungkap Haris pada Senin (24/3).
Menurut Haris, media massa yang kritis adalah “sparring partner” pemerintah terutama dalam menghadapi jajaran pejabat yang cenderung berkelakuan ‘ABS’ Asal Bapak Senang.
Berikut pandangan Haris Rusly Moti terkait rangkaian teror tersebut:
Pertama, saya memastikan rangkaian teror yang ditujukan kepada kantor media Tempo dan kantor Kontras tidak dilakukan oleh jajaran pemerinatahan Prabowo dan pendukungnya. Pemerintahan Prabowo justru dirugikan dengan munculnya persepsi negatif dan beragam kegaduhan akibat rangkaian teror tersebut.
Kedua, pidato Presiden Prabowo pada tanggal 19 Maret 2025, sama sekali tidak menyalahkan sikap kritis media massa juga media sosial. Presiden Prabowo justru melakukan introspeksi dan menganggap muncul beragam kesalahpahaman dan protes karena kegagalan komunikasi publik pemerintah. Karena itu, Presiden Prabowo memerintahkan seluruh jajaran pemerintahan, para menteri dan terutama penanggungjawab komunikasi untuk memperbaiki komunikasi ke rakyat.
Ketiga, jika dilihat situasinya, rangkaian teror tersebut terjadi disaat berlangsung pembahasan terkait RUU TNI oleh DPR-RI. Peneror sengaja melakukannya bertepatan dengan momentum pembahasan dan pengesahan RUU TNI. Demikian juga sasaran teror, sengaja dipilih dua institusi civil society, yaitu Kontras dan Tempo, yang dikenal kritis terhadap beberapa kebijakan pemerintah.
Keempat, menurut saya tujuan dari peneror memilih momentum pembahasan RUU TNI dengan sasaran kantor media Tempo dan Kontras agar publik dengan gampang langsung mengasosiasikan atau bahkan menuduh Pemerintahan Prabowo dan pendukungnya sebagai dalang dan pelaku dari rangkaian teror tersebut.
Kelima, memang jika saya cermati analitik media sosial dan sejumlah komentar di media massa, tergambar persepsi yang dibentuk ke arah seakan pemerintah dan pendukung pemerintah dibalik rangkaian teror tersebut.
Keenam, oleh karena itu, menurut saya bukan hanya media massa yang dirugikan oleh upaya menebar ketakutan terhadap kemerdekaan pers. Justru pemerintahan Prabowo dan pendukungnya juga dirugikan karena disudutkan secara perspesi seakan menjadi pelaku dari rangkaian teror yang sedang dalam penyelidikan polisi tersebut.
Ketujuh, menurut saya, menebar ketakutan kepada media massa dan organisasi civil society itu adalah adalah target antara dari rangkaian teror tersebut. Saya menilai target utamanya adalah merekayasa lingkungan persepsi bahwa pemerintahan Prabowo adalah pemerintahan yang militeristik dan anti demokrasi.
Kedelapan, memang tampak persepsi terhadap rangkaian teror tersebut diglorifikasi sedimikian rupa terutama di media sosail seakan pemerintahan Prabowo sedang mengembalikan cara-cara militerisme, anti demokrasi dan anti kemerdekaan pers
Kesembilan, menurut saya memang desain dari rangkaian teror tersebut untuk mematangkan situasi distrust (ketidakpercayaan kepada pemerintah), disorder (ketidakaturan sosial) dan disobidience (ketidakpatuhan pada hukum). Dengan kematangan situasi tersebut otomatis akan memasifkan konflik antara masyarakat dengan pemerintah yang diunjungya diharapkan terjadi gelombang protes people power.
Kesepuluh, saya menduga ada dua kepentingan yang sangat dirugikan oleh kebijakan Presiden Prabowo yang dapat diduga terlibat mematangkan situasi distrust, disorder dan disobidience tersebut. Pertama, mafia migas yang sedang dibongkar kejahatan korupsinya serta kasus kejahatan korupsi yang ditangani KPK. Majalah Tempo juga pernah mengangkat kejahatan mafia migas tersebut dalam salah satu lipuatnya. Kedua, kepentingan geopolitik yang tidak sejalan dengan arah kebijakan Prabowo yang nasionalistik kerakyatan.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan