“Beda sekali. Disana, tanah gratis, cost fund sangat rendah, mereka diberikan insentif oleh pemerintah setempat, dan kondisi geografis sangat ringan sebab di padang gurun. Nah di Indonesia, geografisnya tahu sendirilah,” papar dia.
Yaser mengatakan, tahun ini merupakan tahun industry listrik terlilit oleh aturannya sendiri. Dia mencontohkan; selain Permen 50, terdapat dua aturan kontroversial yang kemudian memunculkan perlawanan sengit independent power producer (IPP) yakni Permen ESDM Nomor 49 tahun 2017, ini penyempurnaan atas Permen ESDM 10/2017 tentang Pokok-Pokok Dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik, dan Permen ESDM Nomor 45 tahun 2017, revisi atas Permen ESDM 11/20117 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik
“Selain itu, terdapat Direktur Jenderal ESDM yang meminta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN meninjau ulang kontrak (Power Purchase Agreement/PPA) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) swasta yang ada di Jawa. Hal ini tertuang dalam surat yang dikirimnya ke Direktur Utama PLN Sofyan Basir tertanggal 3 November 2017,” pungkas dia.
Laporan: Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid