“Pertagas harus dilebur ke PGN supaya efisien. Kalau gini semua ambil margin, konsumen yang dirugikan. Belum lagi yang di Dapil saya Medan itu, cucu Pertamina, Pertagas Niaga jadi trader calo dan mengambil USD 0,7 per MMBTU. Ini yang membuat industri di Medan tereak karena harga gas kemahalan dan produknya tidak mampu bersaing,” tutur dia.
“Jangan semuanya diserahkan ke Pertamina, kayak supermen aja. LPG aja yang diurus pertamina saat ini mengalami kelangkaan. Kalau semua dikasih ke Pertamina, rusak tatakelolanya,” pungkas Gus Irawan.
Sebagai catatan bahwa Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2017 BPK, menemukan potensi kerugian Pertagas bersumber dari tidak optimalnya bisnis niaga dan transportasi gas perusaaan di sejumlah wilayah, mulai dari Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur dalam periode 2014 hingga semester I 2016.
“Pada kegiatan niaga gas, Pertagas menanggung kehilangan pendapatan senilai USD 16,57 juta dan timbulnya piutang macet senilai USD 11,86 juta akibat penyusunan nominasi, skema niaga, dan operasi pemanfaatan gas Pondok Tengah yang tidak mempertimbangkan kondisi operasi, serta pengalihan alokasi gas untuk kebutuhan Compressed Natural Gas (CNG) kepada PT Mutiara Energy (PT ME),” tulis Ketua BPK, Moermahadi Soerja dalam IHPS I 2017.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid