Laporan Keuangan Perusahaan Anggota Holding Migas

Pada kuartal III 2017, PT Pertamina (Persero) mencatatkan laba bersih USD1,99 miliar atau Rp26,8 triliun (kurs Rp 13.500/US$) atau turun 27% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni US$ 2,83 miliar. Pertamina mengklaim penurunan laba bersih ini merupakan dampak dari kenaikan harga minyak sebesar 30%.

“Jadi kalau kita lihat, harga Indonesia Crude Price (ICP) rata-rata sembilan bulan di 2016 itu hampir US$ 38 miliar atau US$ 37,88 miliar. Rata-rata sembilan bulan di 2017 hampir naik 30%. Cost kita naik 30%, bahan baku naik, maka kenaikannya hampir 27%” ujar Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik.

EBITDA Pertamina juga mengalami penurunan, dari US$ 6,23 miliar pada kuartal III 2016, menjadi US$ 4,88 miliar pada periode yang sama tahun ini.

Laporan kinerja keuangan Pertagas pada 2017 mencatat laba bersih USD141 juta atau sekitar Rp1,87 triliun. Laba tersebut turun USD18 Juta dibanding tahun 2016 yang mencapai USD159 juta dolar AS. Pertagas berlasan, penurunan laba bersih tersebut terkait penerapan Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 Tahun 2017 mengenai harga gas hingga ke konsumen akhir (end user) tersebut guna meningkatkan daya saing industri nasional dan memperkuat ketahan pangan dan energi.

Melalui regulasi tersebut, margin perusahaan pengantar gas dibatasi maksimal 7 persen dari harga produksi gas di hulu. Sementara itu, biaya distribusi gas maksimal 11 persen dari investment return rate (IRR).

Aset Pertagas mencapai USD1,9 triliun, liabilitas USD721 juta, ekuitas perusahaan mencapai USD1,2 triliun. Pada kuartal IV 2017, pendapatan usaha Pertagas naik dari USD463 juta menjadi USD624 dibanding kuartal sebelumnya.

Pada tahun 2018, Pertagas memproyeksikan laba bersih sebesar USD116 juta. Target ini di bawah realisasi laba bersih 2017 karena sejalan dengan rencana penggabungan Pertagas dan PGN. Maka, perusahaan tidak memasukkan lagi kontribusi dari dua anak usaha, yakni PT Perta Arun Gas dan PT Perta Samtan Gas.

Sepanjang Kuartal III 2017, PT Perusahaan Gas Negara (PGN) membukukan pendapatan sebesar USD2,16 miliar yang relatif sama dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD2,15 miliar. Pendapatan emiten berkode PGAS tersebut terutama diperoleh dari hasil Penjualan Gas Sebesar UD1.793,5 juta dan Penjualan Minyak dan Gas sebesar UD316,5 juta.

Sedangkan Laba Operasi Interim Konsolidasian Sembilan Bulan sebesar USD267,7 juta. Sementara laba bersih sebesar USD97,9 juta atau Rp1,30 triliun (kurs rata-rata Rp 13.329). Adapun EBITDA sebesar USD632 juta, turun sebesar USD10 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD642 juta.

Infrastruktur pipa gas PGN bertambah sepanjang lebih dari 175 km. Saat ini mencapai lebih dari 7450 km atau setara dengan 80% pipa gas bumi hilir nasional. Dari infrastruktur tersebut PGN menyalurkan gas bumi ke 1.739 pelanggan industri manufaktur dan pembangkit listrik, 1.984 pelanggan komersial (hotel, restoran, rumah sakit) dan Usaha Kecil Menengah (UKM), serta 177.710 pelanggan rumah tangga yang dibangun dengan investasi PGN. Pelanggan Gas Bumi PGN tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, JawaTimur, Kalimantan Utara dan Sorong Papua.

PGN juga mengelola dan menyalurkan gas bumi untuk transportasi ke 10 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) dan 4 Mobile Refueling Unit (MRU). PGN juga mengoperasikan 2 Floating Storage Regasification Unit (FSRU) yakni di Jawa Barat dan Lampung.

Tak melibatkan DPR

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka