Banda Aceh, aktual.com – Kepala Dinas Perikanan Aceh Timur, Aceh, T Syawaluddin mengatakan ikan laut hasil tangkapan di kabupaten itu tetap aman dikonsumsi.

“Ikan laut hasil tangkapan laut yang didaratkan ke Pelabuhan Perikanan Nusantara Idi dan sekitarnya masih aman dikonsumsi. Tidak ada masalah, silakan konsumsi,” kata T Syawaluddin di Idi Ibu kota Kabupaten Aceh Timur, Rabu (27/11).

Pernyataan T Syawaluddin menanggapi adanya sebagian masyarakat di Aceh enggan mengonsumsi ikan laut setelah ditemukan bangkai babi di sungai dan di danau di Sumatera Utara.

Pascapenemuan bangkai babi di perairan Aceh Timur beberapa dan dikaitkan ribuan babi mati di Sumatera Utara, masyarakat setempat enggan mengonsumsi ikan laut.

Akibatnya, harga ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Idi maupun tempat lainnya di Kabupaten Aceh Timur turun drastis hingga Rp1.500 per kilogram untuk jenis ikan tongkol dan dencis.

Menurut T Syawaluddin, vvirus hoq cholera yang ditemukan di bangkai babi tidak menular ke ikan. Virus hanya hanya menular dari babi ke babi tidak berpindah ke ikan dan manusia.

“Sebagai masyarakat memahami bahwa virus babi menular ke ikan dan ikan yang konsumsi masyarakat akan menularkan virus hoq cholera. Padahal virus babi hanya menular ke babi,” kata T Syawaluddin menjelaskan.

Kepala Dinas Perikanan Aceh Timur itu mengatakan pihaknya akan menyurati Kantor Karatina Aceh untuk melakukan pengujian terhadap sejumlah ikan yang didaratkan ke Pelabuhan Perikanan Nusantara Idi dan sekitarnya.

Pengujian tersebut untuk memastikan bahwa ikan-ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara tidak terkena virus babi, sehingga masyarakat tidak khawatir mengkonsumsi ikan.

Disinggung temuan bangkai babi putih di wilayah Aceh Timur, T Syawaluddin mengatakan bisa saja bangkai babi putih itu hanya hanyut dari perairan Sumatera Utara ke Aceh.

“Tapi bisa juga kemungkinan babi yang ditemukan itu jenis babi hutan yang ada di Aceh. Jadi, kami tidak bisa memastikan juga bahwa babi itu membawa virus hoq cholera,” kata T Syawaluddin. [Eko Priyanto]

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Zaenal Arifin