Bagi penggemar film laga, nama Iko Uwais sudah tak asing lagi. Berbekal keahlian pencak silatnya, aktor sekaligus koreografer atau penata laku adegan laga ini bukan bukan cuma tenar di skala nasional, tetapi sudah mendunia. Ini antara lain berkat kesuksesan film “Merantau” dan “The Raid” yang dibintanginya.
Uwais Qorny, atau lebih dikenal sebagai Iko Uwais, lahir di Jakarta, 12 Februari 1983. Pada usia 33 tahun, bintangnya sudah melejit sebagai aktor, koreografer film, dan atlet pencak silat Indonesia. Ia memulai debutnya di dunia perfilman ketika memerankan Yuda, seorang perantauan Minangkabau dalam film “Merantau” (2009).
Dibesarkan di lingkungan Betawi, sejak berusia 10 tahun Iko sudah belajar seni bela diri tradisional Indonesia, pencak silat. Ia belajar di perguruan asuhan pamannya, Tiga Berantai, yang beraliran silat Betawi. Pada 2003, Iko meraih posisi ketiga pada turnamen pencak silat tingkat DKI Jakarta. Pada 2005, ia menjadi pesilat terbaik dalam kategori demonstrasi pada Kejuaraan Silat Nasional.
Iko juga aktif bermain sepak bola. dan sempat menjadi gelandang dalam Liga-B klub sepakbola Indonesia. Namun, Iko menghentikan impiannya menjadi bintang sepak bola, setelah klub yang menaunginya bangkrut. Keterampilan silatnya memberi Iko kesempatan untuk bepergian ke luar negeri dalam beberapa peragaan pencak silat di Inggris, Rusia, Laos, Kamboja, dan Prancis.
Pada 2007, bakat silat Iko ditemukan oleh sutradara film Wales, Gareth Evans, yang sedang melaksanakan syuting film dokumenter tentang silat di sekolah silat Iko. Mereka bertemu di perguruan Tiga Berantai di daerah Kayu Manis, Matraman, Jakarta Timur, yang didirikan oleh kakek Iko. Iko ditempa oleh paman yang juga gurunya, yaitu Hj Ahmad Bunawar. Iko tak hanya belajar pencak siat Betawi, tapi terbuka pada beragam jenis bela diri.
“Saya bersyukur punya guru besar di perguruan itu. Menggerakkan sesuatu yang baru bukan sesuatu yang awam buat kita. Tidak belajar dari nol. Sudah kenal gerakannya. Sebagai action koreografer di sebuah film, kita menggabungkan beragam aliran. Kita cari referensi dari nonton film action. Fleksibel, enggak menutup diri. Kita ambil, kita sharing. Perbendaharaan harus kaya,”ujar Iko tentang proses koreografi laga di sebuah film.
Karisma alami Iko dan kehadiran alaminya yang besar di depan kamera mendorong Evans untuk menjadikannya peran utama untuk film laga pertamanya, “Merantau.” Setelah menandatangani kontrak lima tahun dengan Evans dan rumah produksinya, Iko mengundurkan diri dari pekerjaan kesehariannya, sebagai sopir truk sebuah perusahaan telekomunikasi.
Di film pertamanya “Merantau,” Iko berperan sebagai seorang pemuda Minang dari Sumatera Barat, di mana dia mempelajari Silat Harimau khas Minang dari guru silat, Edwel Yusri Datuk Rajo Gampo Alam. “Merantau” dirilis di Indonesia pada 6 Agustus 2009. Film ini ditampilkan dalam Puchon International Fantastic Film Festival di Puchon, Korea Selatan dan Fantastic Fest di Austin, Texas, dengan ulasan yang sangat positif. “Merantau” memenangkan penghargaan Film Terbaik di Action Fest 2010.
Kolaborasi kedua Iko dengan Evans adalah di film “The Raid” (kemudian dirilis dengan judul internasional “The Raid: Redemption“), yang dirilis secara internasional pada 22 Maret 2012 di Australia dan Selandia Baru; 23 Maret 2012 di Indonesia dan Amerika Utara, dan 18 Mei 2012 di Inggris. Film ini semakin melambungkan nama Iko, setelah ditanggapi oleh kritikus dan penonton di berbagai festival sebagai salah satu film seni bela diri terbaik setelah periode bertahun-tahun. Di film ini Iko juga menjadi koreografer bersama rekan sesama aktor, pesilat Yayan Ruhian.
Film ketiga dari aktor berdarah Minang ini, yang disutradarai Evans, diberi judul “Berandal” (internasional, “The Raid: Retaliation“). Sekuel The Raid ini syuting pada 2013, dan dirilis pada 2014.
Setidaknya butuh tiga bulan untuk menyiapkan koreografi dari sebuah aksi film laga. Sebagai aktor dan koreografer, Iko mengaku dirinya sangat perfeksionis. Dia ingin adegan-adegan laga yang dimunculkan itu logis.”Apa yang saya perankan harus masuk dalam logika. Saya mau semua gerakan masuk akal dan manusiawi,” ujarnya, dalam wawancara dengan Kompas (18 Desember 2016).
Demi gerakan yang masuk akal itu pula, jangan berharap ada adegan terbang atau loncat yang berlebihan di setiap film yang ditata laganya oleh Iko. Untuk koreografi laga ini, Iko dibantu oleh Uwais Tim yang terdiri dari belasan petarung. Mereka membuat koreografi aksi dengan menerapkan seni beladiri yang dipelajari di perguruan. Bersama timnya, Iko berusaha menunjukkan gerakan tangkisan, pukulan, hingga finishing yang berbeda untuk setiap babak.
Iko juga berusaha mengenali karakter beladiri dari masing-masing aktor, sebelum menerapkan dalam koreografinya. Tidak mungkin memaksakan gerakan pencak silat untuk aktor yang punya dasar bela diri wushu, misalnya. Seperti bermain game, setiap level akan berbeda, dan emosinya juga berbeda. Iko harus memikirkan emosi, situasi, dan kondisi. Dari segi gerak, seperti berdialog dengan lawan main. “Menciptakan gerakan sama seperti berdialog dengan fighter yang lain,” ujarnya.
Dialog gerak ini semakin penting karena hampir semua film laga yang dibintangi Iko telah menembus pasar internasional dan banyak ditonton oleh ahli beladiri dunia. Salah satu yang menginspirasi Iko adalah dialog gerak yang disuguhkan dalam film-film Jackie Chan. Ketika dikeroyok banyak lawan, semua lawan Jackie Chan aktif bergerak tanpa saling menunggu. Tidak terlihat diatur, seperti benar-benar dikeroyok.
Di ajang pencak silat, Iko pernah mengukir prestasi sebagai Juara III, Kejuaraan Daerah Antar Perguruan Sikat se-DKI Jakarta (2003), dan sebagai Penampilan Terbaik Kategori Dewasa Tunggal pada Festival Pencak Silat Cibubur, Jakarta Timur (2005).
Iko mulai menjalin hubungan dengan Jane Shalimar pada 2010, namun hubungan ini akhirnya berakhir. Setelah putus dengan Jane, Iko berpacaran selama tiga bulan dan menikah dengan penyanyi Audy Item pada 25 Juni 2012.
Filmografi: Merantau (2009, disutradarai Gareth Evans); The Raid: Redemption (2012, disutradarai Gareth Evans); Man of Tai Chi (2013, disutradarai Keanu Reeves); The Raid 2: Berandal (2014, disutradarai Gareth Evans); Beyond Skyline (2015, disutradarai Liam O Donnel), Star Wars: The Force Awakens (2015, disutradarai JJ Abrams), Headshot (2016, disutradarai Mo Brothers).
Penghargaan yang pernah diraih: Nomine Kategori Pendatang Baru Terbaik dan Terfavorit di Indonesia Movie Awards (2010); Nomine Peraih Breakout Stars yang dirilis Rotten Tomatoes dalam film “The Raid 1” (2012); Nomine peraih Pasangan Laga Terbaik (bersama aktor laga Donny Alamsyah) dalam film “The Raid 1” di Indonesia Movie Awards (2013); Nominasi Favorite Actor of The Year Indonesian Choice Awards 2014 NET.
Saat artikel ini ditulis, Iko sedang menggarap syuting film berikutnya, yakni “The Night Come for Us” yang juga dibesut duo sutradara Mo Brothers (Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel). Di film ini Iko bermain bersama Joe Taslim. Sesudah itu, Iko harus terbang ke Hongkong untuk membintangi film laga “Triple Threat,” yang disutradarai Chad Stahelski.
Dalam film ini, Iko akan bertarung bersama dua aktor laga Asia yang sedang naik daun, Tony Jaa dan Tiger Chen. “Triple Threat” menjadi pertemuan kedua bagi Iko dan Tiger Chen, yang pernah tampil bersama dalam film “Man of Taichi” (2013) yang disutradarai Keanu Reeves. Setelah ini, Iko berencana tampil kembali di film Hollywood lain yang sempat tertunda, bersama sutradara Peter Berg.
Artikel ini ditulis oleh: