Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasutioan ditegur oleh Presiden Joko Widodo. (ilustrasi/aktual.com)

Yogyakarta, Aktual.com – Program amnesti pajak sudah masuk tahap ketiga, namun sampai saat ini masih jauh dari harapan. Akibatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mencapai 5 persen, utang meningkat tajam, pemilik tanah menganggur dan simpanan Rp500 juta pun jadi sasaran.

“Tahun 2017 memang berat, defisit anggaran diprediksi makin lebar dan sangat mungkin sentuh 3 persen. Menteri pos ekonomi sangat mungkin kembali dirombak di 2017,” ujar Peneliti INDEF Bhima Yudhistira, kepada Aktual, Senin (20/2).

Sejumlah opsi pemerintah menutup defisit fiskal setelah Tax Amnesty menurutnya penuh risiko, seperti rencana pengenaan pajak progresif pada tanah menganggur atau tidak produktif, itu butuh proses lama sebab harus cocokkan lebih dulu data lapangan dengan BPN.

Termasuk mengincar dana simpanan 500 juta Rupiah untuk pajak itupun hal sulit lantaran perbankan masih sangat rentan terhadap penarikan simpanan besar-besaran, perbankan sedang kekeringan likuiditas dibuktikan dengan pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga) yang lambat dan LDR (loan to deposit ratio) diatas 90%.

“Dipastikan banyak pemilik rekening gendut yang menarik uang dan bisa pindah ke Singapura, jadi pemerintah harus hati-hati juga,” kata Bhima.

Ujung-ujungnya, pemerintah ambil jalan pintas dengan terbitkan utang baru. Pemerintah selalu klaim utang terhadap PDB masih aman, padahal indikator resiko utang ada DSR (debt to service ratio) atau utang dibanding dengan kinerja ekspor, angkanya terus naik diatas 35%.

“Itu tanda utang sudah nggak sehat. Kita kecanduan utang sudah sangat parah, dua tahun Pak Jokowi utang naik hampir 1.000 triliun (Rupiah),” ungkapnya.

Opsi yang seharusnya diambil pemerintah ada tiga. Pertama, debt relief atau skema renegosiasi utang, bunga dan cicilan dinegosiasikan kembali, apalagi tahun 2018 merupakan puncak jatuh tempo utang pemerintah.

Kedua, ekstensifikasi pajak atau penambahan jumlah Wajib Pajak terdaftar serta perluasan Objek Pajak dalam administrasi Dirjen Pajak, sektor yang mungkin disasar yakni cukai.

Dan ketiga, pencegahan terhadap kebocoran PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang kian parah, lantaran faktur pajak palsu masih banyak bergentayangan. “Beberapa minggu lalu, nilainya miliaran, faktur palsu terungkap, itu oknum kecil, di daerah masih banyak yang bermain,” pungkasnya.

(Nelson Nafis)

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Arbie Marwan