Jakarta, Aktual.com – Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) “menolak menjadi pion dalam Perang Dingin yang baru,” kata Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi di PBB, Senin (26/9), saat dia menegaskan bahwa Jakarta dalam posisi memegang presidensi G20 tidak akan membiarkan blok geopolitik menghalangi pemulihan ekonomi global.
Dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB itu, Retno Marsudi berbicara dua kali tentang bagaimana “prinsip-prinsip dasar kedaulatan dan integritas teritorial tidak dapat dinegosiasikan” tetapi tidak menyebutkan invasi yang dilakukan oleh Rusia ke Ukraina atau ketegangan teritorial di Laut China Selatan.
Mewakili Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo, yang kembali tidak hadir di podium panggung diplomatik internasional utama itu, Retno juga mengkritik adanya “pengelompokan-pengelompokan mini-lateral” pascaperang, dengan mengatakan bahwa mereka telah “menjadi bagian dari perang proksi antara negara-negara besar.”
“Ini bukan pembangunan regional yang seharusnya. Itu harus berfungsi sebagai kerangka untuk perdamaian dan stabilitas daripada merongrongnya,” katanya.
Salah satu kelompok regional tersebut, ASEAN, dibentuk untuk memajukan perdamaian di kawasan itu, katanya.
“ASEAN dibangun sejatinya untuk tujuan ini. Kami menolak menjadi pion dalam Perang Dingin yang baru,” kata Retno.
“Sebaliknya, kami secara aktif mempromosikan paradigma kolaborasi dengan semua negara. Paradigma ini juga akan menjadi pedoman kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun depan.”
Indonesia, negara terbesar di Asia Tenggara, adalah anggota pendiri blok regional itu dan Jakarta berfungsi sebagai kantor pusat Sekretariat ASEAN. Indonesia akan mengambil alih kepemimpinan ASEAN dari Kamboja tahun depan, dalam periode yang penuh gejolak di tengah krisis pasca-kudeta di salah satu negara anggotanya, Myanmar.
ASEAN telah dikritik habis-habisan karena kelambanannya atas kasus di Myanmar dan atas kegagalan mewujudkan konsensus lima poin yang telah disetujui militer Burma dalam pertemuan darurat tahun lalu. Washington juga telah mendorong ASEAN untuk mengambil langkah yang lebih tegas melawan junta Burma yang dipimpin oleh Jenderal Senior Min Aung Hlaing.
ASEAN yang terdiri dari 10 negara anggota itu melakukan operasinya dengan konsensus. Kritikus mengatakan bahwa hubungan dekat beberapa negara anggotanya dengan China telah mencegah ASEAN mengambil sikap tegas terhadap militer Myanmar.
Namun demikian, Retno mengatakan bahwa Indonesia prihatin dengan kelambanan militer Myanmar dalam mengimplementasikan kelima poin kesepakatan untuk mengembalikan negara itu ke demokrasi. Sementarar itu, Malaysia, yang juga merupakan anggota ASEAN, mengusulkan pendekatan baru untuk mengganti konsensus lima poin itu.
Demikian pula, ASEAN tidak mengutuk invasi Rusia ke Ukraina, yang menurut para analis, karena beberapa negara anggotanya, termasuk Indonesia, mengandalkan Moskow untuk kebutuhan senjata mereka.
Indonesia juga tidak secara langsung mengutuk Rusia atas invasinya ke Ukraina, meskipun Indonesia dalam resolusi Majelis Umum PBB pada bulan Maret yang “menyesalkan” agresi Rusia terhadap Ukraina.
‘Dunia menggantungkan harapan mereka pada G20’
Namun, Jakarta terjebak di antara keduanya. Sebagai presiden G20 tahun ini, Indonesia harus menyeimbangkan kecaman Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Eropa yang mengutuk invasi militer Vladimir Putin ke Ukraina, di satu sisi, dan pembelaan Rusia atas tindakannya dan dukungan Beijing terhadap Moskow, di sisi lain.
Pada Maret, Presiden AS Joe Biden yang diperkirakan akan menghadiri KTT G20 di Bali pada bulan November, mendesak Presiden Jokowi untuk mengundang Ukraina jika Rusia tidak dikeluarkan dari pertemuan itu. Jokowi memang mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, namun belum bisa dipastikan apakah Presiden Rusia Putin akan hadir dalam KTT tersebut.
Dalam pidatonya pada hari Senin, Retno mengatakan tidak ada pilihan selain KTT G20 bisa menghasilkan beberapa solusi bagi dunia yang sedang berjuang pasca-pandemi.
“Seluruh dunia menaruh harapan pada G20 untuk menjadi katalis pemulihan ekonomi global, terutama bagi negara berkembang,” kata Retno.
“G20 tidak boleh gagal. Kita tidak bisa membiarkan pemulihan global jatuh pada belas kasihan geopolitik,” katanya di depan Majelis Sidang Umum PBB.
Ukraina dan Rusia adalah penyuplai 30 persen gandum dan jelai dunia, seperlima jagung, dan lebih dari setengah minyak bunga matahari. Kedua negara juga merupakan produsen dan pemasok utama pupuk. Selain itu, Rusia adalah pengekspor gas alam terbesar di dunia dan pengekspor minyak terbesar kedua.
Selama hampir enam bulan setelah Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari, Moskow memblokir semua pelabuhan Laut Hitam Ukraina dan memutus akses hampir semua ekspor negara itu, terutama gandum, demikian laporan media. Hal-hal itu memicu kekhawatiran akan krisis pangan global.
Rusia telah mencabut blokade di bawah kesepakatan Inisiatif “Biji-Bijian Laut Hitam” yang didukung PBB pada bulan Juli, tetapi efek limpahan dari penghentian ekspor biji-bijian selama berbulan-bulan telah menyebabkan inflasi pangan di banyak bagian dunia. Kenaikan harga pangan terjadi di atas harga bahan bakar yang melambung tinggi, di tengah sanksi Barat terhadap minyak Rusia.
“Kita harus bertindak segera untuk mengatasi krisis pangan dan energi serta mencegah terjadinya krisis pupuk. Jika tidak, miliaran orang lagi akan berisiko, terutama di negara berkembang,” kata Retno.
Dalam situasi seperti itu, kata Retno, “solusi damai adalah satu-satunya pilihan untuk menyelesaikan konflik.”
“Presiden saya menyampaikan pesan-pesan perdamaian ini dalam kunjungannya ke Kyiv dan Moskow Juni lalu,” kata Retno, merujuk pada apa yang disebut sebagai misi perdamaian Jokowi ke Ukraina dan Rusia.
“Kebiasaan dialog dan kerja sama akan menumbuhkan kepercayaan strategis,” kata Retno.
“Ini adalah aturan main yang harus kita pertahankan jika kita benar-benar menginginkan perdamaian.”
BenarNews.org