Jakarta, Aktual.com – Pada awal 2023 pemerintah memutuskan untuk mengimpor 3,5 juta ton beras.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso menjelaskan bahwa impor beras adalah hasil penugasan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah rapat dengan Kementerian/Lembaga terkait.
Keputusan tersebut diambil karena produksi beras petani turun secara signifikan akibat kekeringan yang disebabkan oleh fenomena El Nino.
“Hari ini kenapa kita harus impor? Karena produksi kurang, tidak ada kelebihan, kita nggak bisa mencadangkan dari kelebihan itu karena memang nggak ada. Di sisi lain memang ada kurangnya,” ujar Buwas Selasa (21/11).
Keterbatasan produksi petani mengakibatkan kenaikan harga gabah kering panen (GKP), yang pada gilirannya membuat harga beras di masyarakat naik. Untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan dalam Cadangan Beras Pemerintah (CBP), pemerintah harus melakukan impor dengan keputusan tersebut.
Impor ini dilaksanakan untuk memastikan ketahanan pangan masyarakat. Perlu dicatat bahwa pasokan yang dimiliki oleh Bulog hanya mencakup 8% dari kebutuhan pangan masyarakat Indonesia.
“Jadi sekarang kita lihat bukan soal berpihak atau tidak berpihak, tetapi kebutuhan pangan itu mutlak. Kalau memang kita kurang, menutupi kekurangan itu harus mendatangkan, artinya kalau mendatangkan itu impor namanya. Untuk apa? Keamanan, dijamin bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia itu ada,” jelasnya.
Buwas menyatakan bahwa baru pada tahun ini ia diberi tugas oleh pemerintah untuk melakukan impor. Sebelumnya, selama menjabat sebagai Direktur Utama Perum Bulog, tidak pernah terjadi impor untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
“Dulu kan saya menolak impor, kita bicara dulu ya, awal-awal saya jadi Dirut, saya kan menolak impor beras ya. Kenapa? Karena produksinya ada. Dan itu nggak bermasalah juga pada harga dan sebagainya. Masyarakat juga aman,” katanya.
Dia juga menekankan bahwa impor hanya bersifat sementara dan bukan berarti tidak mendukung petani. Sampai saat ini, pemerintah telah memperhitungkan kebutuhan impor dengan cermat untuk tidak mengganggu harga di tingkat petani.
“Apalagi seolah-olah nanti (disebut) tidak berpihak kepada petani, terus tidak melihat produksi lokal, tidak. Justru kita itu berhitung betul, jangan sampai sekarang kita kalau mau impor asal-asalan, artinya tidak melihat kebutuhan, untuk apa impor itu? Kan akan jadi masalah,” ucapnya.
Menurut informasi dari Panel Harga Pangan, saat ini harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani memang melebihi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp 6.410/kg. Di tingkat penggilingan, harga GKP saat ini adalah Rp 6.960/kg, sedangkan Gabah Kering Giling (GKG) mencapai Rp 7.600/kg.
Harga saat ini secara signifikan melebihi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang telah ditetapkan, dengan Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani mencapai Rp 5.000/kg, GKP di tingkat penggilingan sebesar Rp 5.100/kg, dan Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan mencapai Rp 6.200/kg.
Harga beras kelas menengah di tingkat penggilingan saja telah melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp 10.900/kg, saat ini mencapai Rp 12.260/kg. Sementara itu, beras kelas premium di penggilingan mencapai Rp 13.640/kg. Tentu saja, hal ini berpotensi meningkatkan harga beras di pasaran.
Artikel ini ditulis oleh:
Yunita Wisikaningsih