Jakarta, Aktual.com – Rasio ketimpangan atau kesenjangan (rasio gini) di Indonesia saat ini masih relatif tinggi. Meskipun data terbaru per Maret 2017 ada di posisi 0,393 poin, namun menurut Ekonom Senior Indef, Didik Rachbini, dengan kondisi saat ini, justru Indonesia masuk 3 negara besar paling timpang di dunia.
“Kita itu masuk sebagai tiga negara besar tersenjang dan paling timpang di dunia. Ini sangat membahayakan. Dengan ketimpangan yang tinggi itu, mestinya ada revolusi,” ujar Didik saat diskusi soal Mengurai Solusi Ketimpangan, di Gedung IPMI, Jakarta, Rabu (19/7).
Menurut Didik, selama hampir tiga tahun berkuasa, nayaris tak ada kebijakan yang efektif untuk bisa mengurai ketimpangan menjadi lebih sedikit. Termasuk ketimpangan di sektor keuangan.
“Jadi kondisinya itu, 1% dari pemilik account (rekening) di bank, justru menguasai 80% dari total uang. Itu kesenjangan yang luar biasa. Pemerintah tak bisa mendiamkan kondisi seperti ini,” papar guru besar ekonomi ini.
Sementara dari sisi simpanan di perbankan terlihat masih sangat timpang. Sebanyak 97,9 persen rekening hanya menguasai 14,04 persen total simpanan. Sedangkan 0,04 persen rekening menguasai 46,99 persen total simpanan.
“Besarnya ketimpangan simpanan itu berkaitan dengan preferensi perbankan dalam memberikan bunga ke nasabah kakap. Salah satunya melalui suku bunga special rate (deposito spesial),” tegasnya.
Di sisi lain, bagi nasabah kecil dari latar belakang masyarakat berpenghasilan rendah justru diberikan bunga yang rendah ketika menabung.
Sehingga, kata dia, jika dilihat dari kacamata konstitusi, maka peran pemerintah harus serius dalam mengatasi ketimpangan dan kemiskinan ini.
“Karena sesuai amanat konstitusi kita, sebenarnya ada 10 dari 12 pasal yang memerintahkan agar kesejahteraan itu wajib dijalankan pemerintah. Tapi sejauh ini belum ada perhatian serius dari pemerintah untuk mengatasi ketimpangan ini,” tandas dia.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan