Jakarta, aktual.com – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, mengungkapkan bahwa Indonesia akan mengimpor sejumlah komoditas energi strategis dari Amerika Serikat (AS), yaitu LPG, LNG, dan minyak mentah, sebagai bagian dari negosiasi dagang yang lebih luas dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi Indonesia untuk menurunkan tarif resiprokal sebesar 32% yang tengah diusulkan AS terhadap sejumlah produk asal Indonesia. Total nilai transaksi yang disiapkan pemerintah mencapai US$34 miliar atau setara Rp551,1 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.209 per dolar AS), dengan US$15,5 miliar di antaranya akan dialokasikan khusus untuk belanja energi dari Negeri Paman Sam.
“Jadi untuk produk, ini kami sudah lakukan pemetaan dari ESDM. Yang pertama, kita membutuhkan LPG, jadi untuk LPG kita juga akan meningkatkan impor dari Amerika. Kemudian crude (minyak mentah) untuk kebutuhan dalam negeri,” jelas Yuliot di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (4/7).
Yuliot menambahkan bahwa Indonesia sebenarnya sudah mengimpor minyak mentah dari AS, namun selama ini dilakukan secara tidak langsung melalui negara ketiga. Ke depan, pemerintah berencana melakukan impor langsung dari AS untuk efisiensi dan transparansi rantai pasok energi nasional.
Sementara itu, untuk gas alam cair (LNG), ia menyebut komoditas tersebut juga termasuk dalam paket impor, meski belum bisa merinci volume maupun waktu realisasi. “LNG termasuk yang akan diimpor dari AS. Volumenya belum ditentukan,” ujarnya.
Pemerintah masih menunggu hasil final dari pembahasan yang saat ini sedang dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Rencana ini juga sejalan dengan pernyataan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, yang sebelumnya menyatakan Indonesia tengah menyiapkan kesepakatan impor dan investasi senilai total US$34 miliar dari AS.
Airlangga menyampaikan bahwa rincian dari kesepakatan tersebut saat ini masih dibahas, namun akan difinalisasi dalam bentuk perjanjian atau Memorandum of Understanding (MoU) pada 7 Juli 2025 mendatang. MoU tersebut akan mencakup kerja sama perdagangan dan investasi, termasuk dengan melibatkan perusahaan milik negara dan entitas investasi nasional seperti Danantara.
“Detailnya sedang kita bahas, tetapi totalnya sebesar itu [US$34 miliar] untuk barang dan investasi,” ujar Airlangga dalam konferensi pers, Kamis (3/7).
Selain sektor energi, Airlangga mengungkapkan bahwa komitmen impor juga akan mencakup produk agrikultur dari AS. Langkah ini ditujukan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan AS dengan Indonesia, di mana AS saat ini masih mencatatkan defisit perdagangan barang dengan Indonesia sebesar US$17,9 miliar.
Dengan meningkatkan volume impor, Indonesia berharap dapat memperoleh perlakuan tarif dagang yang lebih rendah, bahkan menargetkan tarif yang lebih kompetitif dibandingkan Vietnam, yang saat ini menikmati tarif hanya 20% dalam skema dagangnya dengan AS.
Langkah ini juga dipandang sebagai bagian dari upaya pemerintah memperkuat posisi Indonesia sebagai mitra strategis di kawasan Indo-Pasifik, sekaligus memperluas kerja sama energi, perdagangan, dan investasi di tengah ketegangan geopolitik dan rivalitas dagang global.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano