Bali, Aktual.com – Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, mengemukakan solusi untuk menarik investasi guna mendukung transisi energi di negara-negara di kawasan ASEAN.

“Pembiayaan bagi energi berkelanjutan sangatlah penting, dan hal ini dapat dicapai melalui kombinasi pendanaan, kemitraan antara pemerintah dan sektor swasta (PPP), serta dukungan pendanaan internasional,” ujar Menteri ESDM RI secara virtual dalam Forum Pembiayaan Energi ASEAN di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, pada hari Rabu.

Menteri ESDM menyampaikan bahwa berdasarkan laporan Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), guna melaksanakan transisi energi, negara-negara di ASEAN memerlukan pendanaan sekitar 29 triliun dolar AS hingga tahun 2050 dengan target 100 persen energi terbarukan.

Investasi tersebut, katanya, akan digunakan untuk pembangunan pembangkit energi terbarukan, jaringan transmisi nasional dan internasional, penyimpanan bahan bakar nabati (BBM), elektrifikasi, mobil listrik, stasiun pengisian kendaraan listrik, serta biaya tenaga kerja dan operasional.

Mengingat besarnya dana yang dibutuhkan, sumber pendanaan tidak hanya berasal dari pemerintah, melainkan juga memerlukan kontribusi dari investor swasta dan sektor industri.

Guna merangsang investasi swasta, lanjutnya, pemerintah berusaha memberikan dukungan melalui insentif, kerangka kebijakan yang jelas, dan prosedur investasi yang transparan.

Namun tidak hanya itu, lanjut Arifin, transisi energi juga memerlukan penggunaan teknologi energi bersih dan rendah karbon, seperti teknologi penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS).

Sebagai bagian dari kerangka regulasi kebijakan, sebelumnya Menteri ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 tahun 2023 tentang Pelaksanaan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas.

Tujuan dari regulasi ini adalah untuk mendukung kinerja sektor hulu minyak dan gas yang memiliki emisi karbon rendah, sambil tetap meningkatkan produksi.

Indonesia, katanya, memiliki potensi sekitar 12 juta ton CO2 untuk CCS/CCUS, dan saat ini terdapat 15 proyek yang sedang dievaluasi dalam kerja sama dengan perusahaan minyak dan gas.

Menteri Arifin menegaskan kembali bahwa negara-negara anggota ASEAN telah sepakat mengenai pentingnya pengembangan energi berkelanjutan dan keamanan energi dalam menghadapi perubahan iklim, dengan fokus pada pengembangan energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan dalam jangka panjang.

“Kami percaya bahwa memperkuat kemitraan di antara negara-negara ASEAN dan antara pemerintah dan industri akan meningkatkan keamanan energi dan pembangunan energi bersih yang berkontribusi pada netralitas karbon,” tambahnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Sandi Setyawan