Alfitra juga menyarankan, pihak korban dari tindak pidana terdakwa untuk segera melaporkan perilaku jaksa yang sudah ”membiarkan” berlarut-larutnya proses penanganan perkara hingga 14 bulan lebih ini ke Komisi Kejaksan RI (KKRI). ”Segera laporkan ke Komisi Kejaksaan jaksanya itu,” tegas Alfitra.
Alfitra beralasan, jaksa atau JPU dalam perkara itu harus dilaporkan ke Komisi Kejaksaan RI karena kinerjanya yang ”tidak becus” karena proses persidangan yang sudah terlalu lama, dan JPU yang tidak juga bisa menghadirkan terdakwa.
”Ini kan aneh. Alamat terdakwanya sangat lengkap, tapi JPU tak juga bisa menemukan dan membawa paksa terdakwa. Jangan-jangan ada hubungan istimewa antara jaksa dengan terdakwa. Makanya saya bilang harus dilaporkan ke Komisi Kejaksaan,” pungkas Alfitra.
Untuk diketahui, sejak disidangkan perdana pada 17 September 2018, sudah digelar 49 kali persidangan, namun 35 kali terdakwa AL mangkir dari persidangan dengan alasan sakit.
Bahkan majelis hakim Pengadilan Jakarta Selatan sudah dua kali mengeluarkan perintah jemput paksa terdakwa, namun jaksa tak juga berhasil menjemput paksa dengan alasan terdakwa tidak ditemukan.
Terdakwa AL sendiri dijerat jaksa dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen untuk klaim asuransi, dengan nomor perkara 1036/Pid.B/2018/PN JKT.SEL.
Artikel ini ditulis oleh: