Ilustrasi Vape (Istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Nino (34), pengguna rokok elektrik (vape) di Jakarta, mengaku perokok berat sebelum memutuskan untuk beralih. Popularitas yang menanjak serta manfaat yang dirasakan oleh orang-orang terdekat membuat Nino tertarik untuk mencoba vape. Setelah penggunaan 3 bulan, ia merasa badannya lebih bugar dan batuk mulai berkurang, tidak seperti dulu.

“Pertama kali menggunakan vape karena diberitahu oleh teman. Awalnya tertarik karena katanya lebih hemat. Kalau merokok saya habis 1 bungkus per hari. Kalau vape hanya 1–2 likuid per bulan. Beli rokok bisa 800 ribu rupiah, sementara dengan vape saya hanya menghabiskan 150 ribu rupiah untuk satu likuid per bulan. Bisa hemat sampai ratusan ribu kalau pakai vape. Sekarang juga tahu kalau vape ternyata lebih rendah risiko,” kata Nino.

Beberapa studi membuktikan bahwa vape mempunyai risiko yang lebih rendah dari rokok konvensional. Hal ini disebabkan karena cara kerja vape yang menghasilkan nikotin dalam bentuk uap/aerosol, serta minim kandungan berbahaya, seperti TAR, karena tidak melalui proses pembakaran. Nino juga mengaku tidak pernah merasakan pengalaman buruk selama beralih menggunakan vape.

“Pengalaman sejauh ini sangat nyaman menggunakan vape, karena sudah bisa mengurangi kebiasaan merokok. Tidak ada yang aneh-aneh. Tidak pernah ada saya dengar teman-teman vapers ada yang meledak unitnya. Semoga semakin banyak yang beralih kepada vape,” kata Nino.

Buka Akses

Diwawancarai secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita menilai saat ini produk tembakau alternatif bisa menjangkau semua segmen, dari menengah ke atas hingga menengah ke bawah. Tarif cukai tentu mempunyai pengaruh pada pertimbangan konsumen untuk membeli produk tembakau alternatif.

Selain itu, beberapa negara yang memiliki tingkat kesadaran faktor risiko produk tembakau yang tinggi menetapkan tarif cukai vape yang sangat rendah, bahkan ada negara yang tidak mencukai.

Garin menganggap, tarif cukai yang rendah, baik untuk vape sistem tertutup dan terbuka, tentu akan membuka akses yang lebih luas untuk konsumen produk vape di Indonesia.

Di sisi lain, Anggota Komisi Penelitian dan Pengembangan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Arief Safari mendukung vape dibuatkan kerangka kebijakan yang berprinsip pada pengurangan risiko.

Beberapa kelompok, seperti Parlemen Eropa telah menyatakan dukungannya terhadap prinsip pengurangan risiko tembakau melalui produk alternatif untuk menurunkan prevalensi merokok. Hal ini juga diadopsi oleh beberapa negara, seperti Inggris dan Italia, yang menurunkan pajak cukai likuidnya.

“Penggunaan dari produk-produk alternatif ini harus diperkuat regulasi yang sesuai dengan kajian ilmiah sebagai basis. Penelitian ini penting agar tidak timbul rumor yang beredar tanpa dasar ilmiah yang akhirnya dianggap sesuatu kebenaran sehingga bisa jadi kontraproduktif terhadap upaya pemerintah dalam mengurangi dampak rokok,” kata Arief.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby