Masjid Pondok Pesantren Al Khoziny
Masjid Pondok Pesantren Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur yang ambruk. Foto: Ist

Jakarta, Aktual.com – Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Ajeng Gandini Kamilah, mendorong kepolisian agar hak restitusi kepada korban atau keluarga maupun ahli warisnya diutamakan dalam proses penyidikan terkait ambruknya masjid di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur pada Senin, 29 September 2025 lalu.

“Pelindungan bagi para korban selamat yang mengalami luka/trauma dan keluarga korban dari kasus ambruknya Ponpes ini berhak atas restitusi dan yang seharusnya menjadi pusat perhatian dari proses penegakan hukum kasus ini,” kata Ajeng, dalam keterangan persnya, Sabtu (11/10/2025).

ICJR berpandangan, dengan kasus ini diusut melalui ranah pidana, pihaknya mendorong agar kepolisian tidak hanya berfokus pada pelaku untuk mengejar pertanggungjawaban pidananya, tetapi juga harus memperhatikan hak korban.

Menurutnya, aparat penegak hukum harus memastikan untuk mendukung pemenuhan terhadap hak-hak korban, termasuk pemberitahuan penyidik kepada korban mengenai hak korban mengakses restitusi, prosedur sita harta kekayaan pelaku untuk pembayaran restitusi, hingga prosedur pengajuan restitusi secara komprehensif.

“Dengan proses saat ini yang sudah masuk dalam tahap penyidikan, ICJR memandang Penyidik harus mulai memaksimalkan penelusuran dan membuat daftar serta penghitungan atas aset kekayaan Ponpes untuk perampasan, penyitaan dan pelelangan aset yang selanjutnya dilakukan oleh Kejaksaan dan Pengadilan,” kata Ajeng.

Ajeng menyampaikan, perampasan dan penyitaan aset tersebut jangan hanya digunakan sebagai bukti tindak pidana saja, melainkan juga harus diorientasikan untuk pemulihan dan pembayaran restitusi kepada para korban anak dan ahli warisnya.

“Selama ini penelurusan dan sita aset yang dilakukan oleh aparat penegak hukum hanya digunakan terkait dengan bukti tindak pidana dan tidak diorientasikan untuk pemenuhan hak korban. Aparat juga cenderung menempatkan sita untuk pemulihan korban sebagai hal yang tidak perlu dilakukan,” paparnya.

ICJR juga mendorong aparat penegak hukum agar tidak usah ragu dan berkomitmen untuk memberikan informasi dan pelindungan hak restitusi ini kepada korban. Karena pemberian restitusi untuk korban tindak pidana yang pelakunya diancam dengan Pasal 359 KUHP pernah dilakukan di Indonesia, yakni terjadi pada kasus Kanjuruhan.

“Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 7A UU 31/2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi termasuk untuk ahli waris untuk korban meninggal dunia,” ucap Ajeng.

Ambruknya masjid tiga lantai di Ponpes Al Khoziny Sidoarjo menimbulkan korban sebanyak 171 orang, dengan 104 jiwa di antaranya selamat. Korban meninggal mencapai 67 orang yang sebagian di antaranya masih dalam proses identifikasi di Rumah Sakit (RS) Bhayangkara HS Samsoeri Mertojoso Polda Jatim, Surabaya.

Polda Jatim menduga awal penyebab insiden ini adalah kegagalan konstruksi (failure of construction). Per 9 Oktober 2025, status kasus ini dinaikkan dari penyelidikan ke tahap penyidikan karena telah ditemukan unsur pidana.

Dalam kasus ini, empat pasal yang digunakan kepolisian untuk menjerat pihak yang bertanggung jawab, yakni Pasal 359 KUHP (kelalaian yang mengakibatkan kematian orang lain), Pasal 360 (kelalaian yang mengakibatkan luka berat orang lain), Pasal 46 ayat (3) dan Pasal 47 UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (pelanggaran teknis dalam pembangunan yang mengakibatkan bangunan tidak laik fungsi dan mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain).

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi