Yogyakarta, Aktual.com – Acara ‘World Press Freedom Day 2016’ dan Pemutaran Film “Pulau Buru Tanah Air Beta” yang diselenggarakan di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, Selasa (3/5) malam, diwarnai intimidasi pihak Kepolisian serta massa yang menamakan diri FKPPI (Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra-putri TNI Polri).

Dalam keterangan resminya, AJI Yogyakarta, pagi sekitar pukul 08.00 WIB, AJI telah mengirimkan surat undangan resmi kepada Kapolda DIY Brigjend Polisi Prasta Wahyu Hidayat dan Kapolresta Yogyakarta Prihartono Eling Lelakon, agar turut meramaikan acara ‘World Press Freedom Day 2016’ yang dalam jadwalnya akan diselenggarakan pukul 19.00 WIB.

Dua jam sebelum acara, sekitar pukul 17.10 WIB, panitia mulai mempersiapkan perlengkapan acara. Saat itulah, sekitar tujuh orang polisi berpakaian preman dari Polsek Umbulharjo, Polresta Yogyakarta dan Koramil Umbulharjo mendatangi lokasi acara dipimpin Kasatintelkam Polresta Yogyakarta, Kompol Wahyu Dwi Nugroho, mereka menanyakan izin kegiatan yang digelar tersebut.

Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria dan anggota Majelis Etik AJI Yogyakarta, Bambang Muryanto, menyatakan bahwa acara tersebut adalah acara rutin tahunan, panitia pun sudah mengirimkan undangan resmi kepada Kapolda DIY dan Kapolresta Yogyakarta.

AJI Yogyakarta beranggapan undangan yang dikirim juga sifatnya pemberitahuan. Akan tetapi, rombongan polisi yang mendatangi kantor AJI saat itu menafsirkan berbeda.

Negosiasi kedua pihak berjalan alot hingga pukul 18.48 WIB. AJI sebagai panitia acara terus berupaya meyakinkan rombongan polisi bahwa film “Pulau Buru Tanah Air Beta” yang akan diputar adalah film dokumenter dan merupakan produk jurnalistik. Film itu juga diputar di Simposium 65 pada 18-19 April 2016 lalu, dimana saat itu sejumlah petinggi negara juga turut menyimak film tersebut.

Akan tetapi, Kompol Wahyu Dwi Nugroho mengatakan ada sejumlah kelompok di Yogyakarta yang tidak setuju dengan pemutaran film ini.

Dia meminta film jangan diputar, dan diganti film lainnya. Pihak AJI menolak permintaan itu, alasannya, kalau film itu tidak diputar, esensi acara peringatan World Press Freedom Day 2016 akan hilang sebab pelarangan itu mengingkari prinsip dasar kebebasan pers.

Menjelang pukul 18.50 WIB, acara tetap dibuka oleh Anang Zakaria selaku ketua AJI DIY, acara juga diisi dengan pementasan musik.

Setengah jam kemudian, datang kembali rombongan yang dipimpin Kepala Bagian Operasional Polresta Yogyakarta, Kompol Sigit Haryadi. Tanpa meminta izin secara sopan, seketika Kompol Sigit memasuki lokasi acara dan mencari-cari penanggung jawab acara. “Kapolda DIY memerintahkan kegiatan ini harus dibubarkan!” teriak Kompol Sigit.

Situasi berubah memanas. Dialog antara panitia acara dengan Sigit berlangsung emosional. Para aktivis LBH Yogya dan aktivis gerakan masyarakat sipil lainnya yang juga hadir di acara tersebut mempertanyakan sikap Kompol Sigit yang menjurus kasar. Di tengah perdebatan keras itu, Sigit pergi meninggalkan ruangan.

Barulah sekitar pukul 19.52 WIB, kurang lebih 20-an massa yang sebagian memakai seragam FKPPI datang ke lokasi acara bersama pendiri Front Anti Komunis Indonesia (FAKI), Burhanudin. Sejak kedatangan massa ini, situasi mulai ricuh karena mereka meneriaki peserta acara, seperti “Kalau tidak bisa dibina, diratakan wae!” atau “Ngeyel difisik!”. Ada juga yang berteriak, “Bubarkan propaganda komunis!” dan lain sebagainya. 15 menit kemudian, satu truk Kepolisian juga mendekati lokasi acara.

“Kawan-kawan tamu yang diundang, silakan pergi meninggalkan tempat. Saya tidak bisa menjamin apa yang akan terjadi setelah ini. Kalau rekan-rekan mencintai Yogya tolong hentikan, saya tidak mau ada kontak fisik. Tidak ada faktor X, saya hanya ingin kondusif. Mari kita angkat city of tolerance. Kami sarankan kegiatan untuk dihentikan,” ujar Kompol Sigit.

Saat itu AJI menganggap momen kedatangan rombongan FKPPI dimanfaatkan Sigit untuk terus mengintimidasi peserta acara agar bubar.

Di tengah kericuhan, Ketua RT bersama Lurah setempat tiba untuk menengahi perdebatan. Ketua RT mengatakan bahwa kegiatan yang kini tengah berlangsung di wilayahnya itu tetap harus dihentikan. Alasannya, meski dimintai izin, dia tidak menerima penjelasan soal materi film.

Salah satu polisi juga sempat menyerahkan surat pernyataan Ketua RW VIII Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo, Kota Yogya. Surat itu meminta acara dibubarkan dan tidak berizin serta berpotensi menimbulkan konflik.

Karena perdebatan mengarah ke situasi yang semakin emosional, Ketua AJI Yogyakarta, Anang Zakaria, minta agar pihak kepolisian yang secara resmi membubarkan acara. “Tapi, harus dengan surat resmi,” kata Anang.

Di tengah negosiasi itu, panitia acara ditelpon anggota Dewan Pers, Nezar Patria, yang ingin berbicara dengan Kompol Wahyu Dwi Nugroho. Intinya, Nezar meminta pelarangan acara di AJI Yogyakarta tidak perlu dilakukan.

Akhirnya pada pukul 20.30 WIB, panitia secara resmi menutup acara. Ketua AJI Yogya, Anang Zakaria, menutup acara tersebut dengan menyatakan, “Kita telah melawan ketakutan. Hasil hari ini bukan kekalahan. Karena ketakutan hanya akan memperpanjang perbudakan.”

Acara kemudian diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan lagu Darah Juang.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Nelson Nafis