Marwan Batubara

Jakarta, Aktual.com – Indonesia Resources Studies (IRESS) meminta Presiden Joko Widodo membatalkan Permen ESDM No.23 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Migas yang Berakhir Kontrak Kerja Samanya (KKS-nya), karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945, merusak ketahanan energi nasional, mengurangi potensi penerimaan negara dan menghambat dominasi BUMN di sektor migas.

Direktur IRESS, Marwan Batubara mengatakan, Permen ESDM No.23 Tahun 2018 dengan sengaja memberi kesempatan kepada pihak asing untuk terus menguasai pengelolaan migas nasional walau telah bercokol puluhan tahun.

“Permen ESDM No.23/2018 diterbitkan pada tanggal 24 April 2018 guna menggantikan Permen ESDM No.15/2015. Dari Pasal 2 Permen ESDM No.23 tampak dengan jelas bahwa pemerintah memberi jalan mulus bagi kontraktor eksisting untuk melanjutkan pengelolaan suatu wilayah kerja (WK) yang KKS-nya berakhir. Padahal, sesuai Pasal 2 Permen No.15/2015 pengelolaan WK tersebut diprioritaskan untuk dikelola oleh BUMN/Pertamina,” kata Marwan, Sabtu (2/6)

Marwan mengingatkan, Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/PUU-X/2012 WK-WK migas hanya boleh dikelola oleh BUMN sebagai wujud penguasaan negara. Hal ini merupakan perwujudan dari amanat Pasal 33 UDD 1945 di mana negara melalui Pemerintah dan DPR, berkuasa untuk membuat kebijakan, mengurus, mengatur, mengelola dan mengawasi. MK menegaskan, khusus untuk aspek pengelolaan, penguasaan negara tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui BUMN.

Karenanya ujar Marwan, jika Pemerintah masih mematuhi amanat konstitusi, maka tidak ada alternatif lain kecuali menyerahkan pengelolaan WK-WK yang berakhir KKS-nya kepada BUMN.

“Jangankan Peraturan Menteri, bahkan PP dan UU pun harus tunduk pada amanat konstitusi. Sehingga, tanpa mempertimbangkan argumentasi lain, maka secara otomatis Permen ESDM No.23/2018 harus batal demi hukum,” ujar dia.

Lebih lanjut, Permen ESDM No.23 juga dikatakan bertentangan dengan UU Energi No.30/2007. Pasal 2 UU Energi menyatakan energi dikelola berdasarkan asas kemanfaatan, berkeadilan, berkelanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi lingkungan hidup, ketahanan nasional, dan keterpaduan dengan mengutamakan kemampuan nasional. Pasal 4 UU Energi menyatakan dalam rangka mendukung pembangunan nasional berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, maka sumber daya energi fosil, panas bumi, hidro skala besar, dan sumber energi nuklir dikuasai negara dan dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Tak kalah penting, Permen ESDM No.23/2018 dinilai mempunyai potensi terjadi penyimpangan perburuan rente melalui penunjukan langsung kontraktor KKS eksisting untuk melanjutkan pengelolaan WK yang KKS-nya berakhir (Pasal 2). Dalam hal ini, dasar perhitungan dana yang harus dibayar oleh sang kontraktor (di luar signatory bonus) tidak jelas, sehingga rawan untuk terjadinya KKN/korupsi. Padahal dalam Permen No.15/2015, proses akuisisi saham WK tersebut dilakukan secara B-to-B dengan BUMN.

“Penyerahan pengelolaan WK kepada kontraktor eksisting juga memungkinkan masuknya perusahaan siluman yang didukung oleh oknum penguasa guna memiliki saham secara gratis! Hal ini pernah terjadi pada proses perpanjangan WK West Madura Off-Shore (WMO) pada 2011. Saat itu, Kementrian ESDM setuju memberikan 50% saham WMO kepada Pertamina. Sedang 50% sisanya di bagi merata kepada CNOC, Kodeco dan 2 perusahaan siluman. Namun setelah kasus ini dilaporkan kepada KPK, KESDM mengubah kepemilikan saham menjadi 80% untuk Pertamina dan 20% untuk Kodeco,” paparnya.

Maka dari itu, tegas Marwan, jika ingin menjaga martabat dan harga diri bangsa, mematuhi amanat konstitusi, menegakkan kedaulatan negara, meningkatkan ketahanan energi yang saat ini terpuruk dan menjalankan peraturan yang berlaku, serta mencegah terjadinya KKN, maka Permen ESDM No.23 Tahun 2018 harus segera dicabut.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Dadangsah Dapunta