Jakarta, Aktual.com – Dalam pengembangan kasus suap penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), istri dan anak dari Sekretaris MA nonaktif, Hasbi Hasan, yakni Ida Nursida dan Widad Zahra Adiba, telah menolak untuk diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya dijadwalkan diperiksa sebagai saksi terkait kasus yang sedang ditangani oleh KPK.
Kepada wartawan, Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, menyampaikan bahwa penolakan untuk memberikan keterangan disampaikan oleh Ida Nursida dan Widad Zahra Adiba saat mereka memenuhi panggilan KPK pada Kamis (24/8). Keduanya hadir sebagai saksi karena memiliki hubungan keluarga dengan Hasbi Hasan.
“Ida Nursida dan Widad Zahra Adiba, kedua saksi tersebut hadir, dan tim penyidik telah terlebih dahulu menanyakan kesediaan mereka untuk dimintai keterangan,” kata Ali.
Hasbi Hasan sendiri saat ini tengah menjalani proses hukum oleh KPK terkait dugaan suap dalam pengurusan perkara pidana Pengurus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Budiman Gandi Suparman. Perkara ini memiliki latar belakang putusan kontroversial di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, di mana Budiman divonis bebas. Namun, putusan tersebut kemudian diubah di tingkat kasasi, dengan pengaruh yang diduga berasal dari Hasbi Hasan, mengakibatkan Budiman dijatuhi hukuman penjara lima tahun.
Selain Hasbi Hasan, hakim agung nonaktif Gazalba Saleh juga tengah menjalani proses hukum terkait kasus yang sama. Gazalba Saleh merupakan salah satu anggota majelis hakim yang mengadili perkara Budiman di tingkat kasasi. Dalam perkembangan penyidikan, KPK telah menyita sejumlah aset, termasuk kendaraan mewah seperti Ferrari California berwarna merah metalik dan McLaren tipe MP4-12C 3.8 berwarna kuning volcano.
Hasbi Hasan dijerat dengan dakwaan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, dan/atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kasus ini terus menjadi perhatian publik seiring dengan perkembangan penyidikan lebih lanjut oleh KPK.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi