Sementara itu, informasi yang berkembang di antara sopir angkot, sejak aksi damai di Balai Kota Bogor, Selasa (21/3), pengemudi ojek ‘online’ tidak boleh beroperasi sampai tanggal 1 April 2017.
“Ini yang disampaikan Wali Kota Bogor, katanya ojek ‘online’ jangan dulu beroperasi sampai 1 April. Tetapi kenapa mereka tetap aja narik penumpang,” kata Adi.
Info simpang siur Selain itu, sejak Rabu (22/3) pagi, massa ojek ‘online’ sudah berkumpul di wilayah Dramaga. Informasi yang berkembang di antara sopir angkot, massa ojek mau melakukan ‘swepping’. Simpang siur informasi tersebut yang membuat kedua belah pihak terlibat bentrok yang berujung pada pengerusakan lima unit angkot diantaranya dua angkot Kota Bogor yakni trayek 03 dan 02, serta tiga angkot dari Kabupaten Bogor yakni trayek 32, Ciampea dan dua unit trayek Leuwiliang.
Sopir angkot mengaku sehari tidak beroperasi mereka justru dirugikan, tetapi demi rasa aman mereka memilih menunggu kepastian. Jejen mengatakan, satu hari maksimal harus mendapatkan Rp400 ribu. Nilai tersebut untuk biaya setoran kepada pemilik, bensin dan upah sopir yang akan dibawa pulang.
“Satu hari itu maksimal kami harus dapat Rp400 ribu, Rp200 ribu untuk pemilik Rp150 ribu untuk bawa pulang, sisanya untuk bensin,” katanya.
Kerusuhan antara ojek ‘online’ dan angkot membuat mereka tidak punya pendapatan. Para sopir mengaku pendapatan mereka berkurang sejak adanya ojek ‘online’, pengurangan pendapatan mencapai 40 persen.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby