Jejen mencontoh, sebelum ada ojek ‘online’ ia mengangkut penumpang dari Laladon menuju Stasiun Bogor antara tujuh sampai delapan penumpang. Untuk mendapatkan penghasilan yang normal, dalam satu rit minimal angkot dapat mengangkut 10 orang penumpang.

“Tapi sejak ojek ‘online’ ada, penumpang yang kami dapatkan dari sini (Laladon) ke Stasiun Bogor cuma dua,” katanya.

Adi dan Adit (sopir angkot 03) mengaku, pihaknya tidak masalah adanya ojek ‘online’ beroperasi. Menurut mereka itu sudah kebutuhan masyarakat dengan semakin berkembangnya teknologi. Apalagi Adi juga memiliki dua provesi sebagai ‘drive’ ojek ‘online’ Uber.

Tetapi, mereka ingin ada keadilan dalam berusaha, apalagi mereka percaya rezeki sudah diatur oleh Tuhan Yang Mha Kuasa. Mereka tidak iri jika masyarakat banyak beralih memilih tranpostrasi berbasis aplikasi.

“Tetapi, dalam aturannya ojek ‘online’ tersebut belum diatur, mereka tidak harus izin KIR, ataupun bayar pajak. Tetapi menjamur dimana-mana, apalagi mereka suka mangkal di halte, di trotar,” kata Adit.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby