Jakarta, Aktual.co — Pertumbuhan ekonomi RI yang melambat berdampak besar bagi dunia ketenagakerjaan, salah satunya adalah banyaknya beberapa perusahaan yang ‘gulung tikar’ dan pemutusan hubungan kerja (PHK) para karyawan.
Namun terkait isu yang beredar terkait PHK jelang Ramadhan, kalangan buruh menuding hal itu bukan karena pengaruh perlambatan ekonomi, tapi itu hanya bagian dari trik pengusaha agar tidak mengeluarkan biaya operasional yang besar. Mengingat, sesuai dengan aturan para pengusaha wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi buruh saat Lebaran.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal mengemukakan, berdasarkan laporan dari beberapa serikat pekerja di seluruh Indonesia, hingga kini memang tidak ada perusahaan yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena perlambatan ekonomi. PHK yang terjadi dibeberapa perusahaan lebih karena masa kontrak karyawan tersebut yang memang telah habis.
Kendati demikian, menurut dia, habis masa kontrak tersebut memang merupakan desain yang disengaja oleh para pengusaha. Langkah tersebut dilakukan menjelang Hari Raya Idul Fitri. “Ada yang habis masa kontrak jelang Lebaran,” kata Said, di Jakarta, ditulis Selasa (9/6).
Tak hanya itu, langkah pemutusan kontrak jelang Ramadan tersebut disinyalir adalah siasat pengusaha agar tidak membayarkan THR. Pun langkah tersebut juga agar pengusaha mendapat kelonggaran dari pemerintah untuk menerapkan kembali sistem outsourching pada pekerja.
Secara jangka panjang, jelas dia, langkah tersebut dilakukan pengusaha agar kenaikan upah tak setinggi yang diinginkan buruh. “Jadi pas Lebaran putus kontrak, setelah Lebaran rekrut lagi. Cara itu untuk menekan kenaikan upah 2016. Itu akal-akalan untuk menekan kesejahteraan. Strategi tersebut dipakai berulang-ulang,” tuturnya.
Perlambatan ekonomi saat ini, kata Said, belum memasuki ranah PHK dan merumahkan pekerja, tetapi hanya langkah pengurangan jam kerja. “Apa yang terjadi bukan PHK tapi pengurangan jam kerja, misal ada 8 jam per hari, jadi kerja 6 jam per hari. Dirumahkan pun kami belum dapat informasi itu,” pungkasnya.
Seperti diketahui, dari data Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), ada sebanyak 110 ribu orang karyawan di PHK selama periode yang telah berjalan tahun ini.
Setidaknya tercatat 27 perusahaan alas kaki di daerah Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya yang melakukan PHK kepada 110 ribu orang karyawannya.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Eddy Widjanarko mengungkapkan PHK tersebut dilakukan lantaran pengusaha alas kaki tertekan dengan upah minimum regional (UMR) yang terus mengalami kenaikan setiap tahun secara signifikan.
Beban menghantam perusahaan di saat ekonomi dunia tengah lesu. Ekspor alas kaki terus merosot, termasuk penjualan di dalam negeri sehingga pendapatan pengusaha menyusut.
Artikel ini ditulis oleh: