Dua warga mengisi air bersih ke sebuah galon dari sumur pompa di Kawasan Manggarai, Jakarta, Minggu (8/11). Ratusan warga di RW 10 Manggarai Selatan harus antre untuk mengisi air bersih karena tidak ada pasokan air bersih melalui PDAM yang telah terjadi hampir selama dua bulan. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pd/15

Jakarta, Aktual.com – Paket kebijakan ekonomi VI yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo dianggap melanggar keputusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Alldo Fellix Januardy dari Divisi Penelitian dan Pusat Dokumentasi Bantuan Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengatakan kebijakan Paket Ekonomi VI melanggar putusan PN Jakpus Nomor 527/Pdt.G/2012/PN.Jkt.Pst dan MK Nomor 85/PU-XI/2013.

Munculnya Kebijakan Paket Ekonomi VI Jokowi, diakui Alldo, telah kandaskan gugatan LBH Jakarta ke Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait privatisasi air. Padahal LBH Jakarta sudah menang di PN Jakpus dan MK.

Tapi usai dikeluarkannya putusan dari PN Jakpus dan MK, Jokowi malah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi itu. “Kebijakan ini justru membenarkan terjadinya pengelolaan air oleh pihak swasta. Dan itu mengancam hak sembilan juta warga DKI Jakarta atas akses air bersih,” imbuh Alldo.

Ditambahkan Alldo, paket kebijakan Jokowi tidak sejalan dengan Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945. Yang menyebut bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. “Air merupakan bagian dari HAM dan tidak dapat diserahkan pengelolaannya kepada pihak lain selain negara,” ujar Alldo.

Dengan alasan-alasan itu, LBH Jakarta mendesak Jokowi batalkan paket kebijakan ekonomi VI yang bertentangan dengan putusan PN Jakarta Pusat, MK dan UUD 1945.

LBH Jakarta juga menuntut Ahok untuk mematuhi putusan tersebut dan mengembalikan pengelolaan air di Jakarta ke Pemprov DKI. Saat ini kasus privatisasi air sedang proses banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Artikel ini ditulis oleh: