Secara umum, ayat ini menegaskan bahwa rezeki setiap makhluk merupakan hal yang sudah dijamin oleh Allah SWT. Untuk itu kita hendaklah tidak perlu gusar dalam mencari apa yang memang sudah menjadi jaminan-Nya. Terlebih hal tersebut sampai membuat kita lalai dalam melaksanakan apa yang menjadi kewajiban kita kepada Allah SWT.

Maksud dari “teledor untuk mengerjakan hal-hal yang merupakan keharusan bagimu” ialah kekurangan dalam melaksanakan amalan-amalan yang mampu menuntun seorang salik menuju jalan Tuhannya seperti zikir, shalat, wirid, dsb. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”[QS Ad Dhaariyat/51: Ayat 56]

Seorang salik hendaklah lebih bersungguh-sungguh dalam memberi asupan ruhnya dengan memperbanyak zikir, wirid dan amalan-amalan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, ketimbang gigih dalam memberikan asupan kepada jasadnya yang sudah menjadi tanggungan Allah SWT.

Dalam hikmah yang disampaikan oleh Syekh Ibnu Athaillah ini tidak bermaksud untuk menafikan usaha dalam mencari rezeki dan memenuhi kebutuhan material.

Mencari rezeki yang dilakukan sekedarnya dan tanpa kegigihan yang berlebih tidak dilarang bagi seorang salik. Hanya saja hal tersebut janganlah menjadikan seorang salik lupa akan kewajiban terhadap ruh dan Tuhannya.

Laporan: Mabda Dzikara

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid