Situasi lokasi penambangan ilegal emas yang telah ditinggalkan para penambang di kawasan Gunung Botak, Kabupaten Pulau Buru, Maluku, Minggu (15/11). Kawasan Gunung Botak mengalami kerusakan lingkungan akibat penggunaan merkuri dan sianida oleh ribuan penambang yang melakukan aktivitas penambangan ilegal sejak 2011. ANTARA FOTO/Jimmy Ayal/kye/15.

Jakarta, Aktual.com – Kelompok masyarakat sipil yang diwakili Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dan Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), melayangkan surat protes atas peningkatan izin usaha pertambangan (IUP) PT Citra Palu Mineral (CPM).

Surat itu dilayangkan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar, atas peningkatan izin dari IUP Eksplorasi menjadi IUP Usaha Produksi.

“Kami sementara mempersiapkan proses gugatan,” kata Direktur Walhi Sulteng, Aris Bira di Palu, Sabtu (2/12).

Blok Pertambangan emas di Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, resmi dikelola PT Citra Palu Mineral (CPM) sebagai pemilik kontrak karya, hingga tahun 2050.

Izin itu berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 422.K/30.DJB/2017, tertanggal 14 November 2017.

Menurut Aris, kritikan atas penerbitan Kepmen ESDM ini ditengah situasi masyarakat sipil dan pemerhati lingkungan hidup Indonesia, sedang melaporkan beberapa dugaan pelanggaran yang dilakukan CPM di Poboya.

Sejumlah poin dalam Kepmen ESDM itu diantaranya tahap kegiatan operasi produksi CPM pada wilayah seluas 85.180 hektare.

Jangka waktu tahap kegiatan operasi produksi, diberikan sampai tanggal 30 Desember 2050 dengan ketentuan, jangka waktu kegiatan konstruksi selama tiga tahun serta jangka waktu kegiatan operasi produksi selama 30 tahun.

Namun kata Aris, berdasarkan hasil overlay peta wilayah kontrak karya CPM seluas 85.180 hektare, terdapat 27.132 hektare berada dalam kawasan hutan, yakni areal konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Sulteng seluas 4.907 hektar, Hutan Lindung seluas 11.075 hektare, HPT seluas 5.504 hektare serta area peruntukan lain (APL) seluas 5.645 hektar.

Sementara itu, Eksekutif Kampanye dan Advokasi Jatam Sulteng Moh. Taufik menjelaskan pihaknya juga telah melaporkan dugaan keterlibatan CPM yang terlibat dalam praktik penambangan ilegal yang dilakukan bersama PT Dinamika Reka Geoteknik (DRG).

Taufik menjelaskan, rujukan nota kesepahaman antara CPM dan DRG yang juga melibatkan UPT Tahura Sulteng, yang diketahui Gubernur Sulteng, semestinya pemulihan ekosistem di bekas lokasi aktivitas tambang tanpa izin, bukan sebaliknya.

“Kasus ini sudah kami lapor ke Dirjen Penegakkan Hukum (Gakkum) KLHK, 22 September 2017 lalu,” tutup Taufik.

Sebelumnya Kepala Dinas ESDM Sulteng, Yanmar Nainggolan mengatakan secara lisan, dirinya sudah mendapatkan informasi dikeluarkannya IUP operasi produksi tersebut.

“Untuk surat tembusan ke Dinas ESDM Sulteng, saya belum menerimanya,” kata Yanmar.

Sementara perwakilan pihak CPM di Palu, belum bisa memberikan pernyataan resmi, terkait keluarnya Kepmen ESDM peningkatan izin usaha pertambangan (IUP) dari eksplorasi menjadi operasi produksi.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka