Pengamat INDEF, Enny Sri Hartati (kanan) dan Anggota DPR F-Partai Golkar, Misbakhun (kiri) saat diskusi dialektika demokrasi dengan tema Tax Amnesty, Jangan Seperti “Tak Ada Akar, Rotan Pun Jadi” di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/9). Dana tebusan dari kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) yang didapatkan baru mencapai Rp 2 triliun. Angka itu masih jauh dari target sebesar Rp 165 triliun. Pemerintah disarankan mengubah strategi sosialisasi. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Pilkada serentak yang akan berlangsung tahun depan di beberapa daerah telah memicu kekhawatiran mengganggu sektor perekonomian.

Menurut Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati ini akan menjadi warning banyak pihak agar pemerintah tak bersikap di luar keprofesionalannya dalam menentukan suatu kebijakan, sehingga memengaruhi kualitas perekonomian.

“Secara umum, proses pilkada itu tak mengkhawatirkan. Karena biasanya juga tak ada kerusuhan. Hanya dari aspek fiskal yang perlu diwaspadai. Karena ditakutkan ada kebijakan ekonomi yang memengaruhi pertimbangan profesional dan tak obyektof tapi lebih ke politis,” kata Enny di Jakarta, ditulis Rabu (13/12).

Dia menegaskan, kebijakan yang terkesan tak profesional dan mengganggu fiskal adalah kebijakan subsidi yang berlebihan.

“Sekalipun subsidi itu tetap dibutuhkan, tapi kalau berlebihan dilakukan di tahun politik dan hanya untuk pencitraan saja akan menggerogoti kekuatan fiskal. Ini jadi berbahaya,” kata Enny.

Apalagi, kata dia, kondisi kehidupan masyarakat sendiri masih jauh dari kondisi lebih baik. Seperti daya beli juga maaih rendah, dengan indikator kesempatan mendapat pekerjaan masih di bawah 100 atau dalam arti masih sulit, indeks kesejahteraan buruh dan petani juga masih rendah.

“Ditambah akan sangat mungki terjadi penyesuaian harga dari tarif dasar listrik (TDL) dan bahan bakar minyak (BBM) seirimg dengan kenaikan harga minyak dunia yang meninggi,” kata dia.

Makanya dia sendiri menargetkan tahun depan pertumbuhan ekonomi masih akan berat, paling tinggi di angka 5,1 persen. Jauh di bawah target pemerintah di 5,4 persen. Meski pun pemerintah sendiri tetap optimis 5,4 persen.

“Tapi kan optimsime pemerintah itu tidak ujug-ujug bisa 5,4 persen. Kalau angka segitu maka konsumsi rumah tangga juga harus di atas 5 persen. Sekarang masih 4,93 persen. Juga investasi harus tumbuh di atas 5 persen dan harus ke sektor manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja,” tandas dia.

Busthomi

Artikel ini ditulis oleh: