Pekanbaru, Aktual.com – Tokoh Masyarakat Riau, Helmi Burman yang juga merupakan mantan Ketua PWI Riau, mendesak Presiden Direktur PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) Albert Simanjuntak memenuhi janjinya untuk menyelesaikan persoalan limbah B3 dan tanah terkontaminasi minyak di seluruh wilayah kerja Blok Rokan di Provinsi Riau.
Sebagaimana diketahui operator pengelola Blok Rokan beralih dari PT CPI ke PT Pertamina Hulu Rokan per 8 Agustus 2021 mendatang. Praktis, hanya ada waktu dua bulan berselang menjelang PT CPI ‘hengkang’ dari Blok Rokan.
Sementara itu, dalam surat resminya kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 20 April 2021, Dinas Lingkungan Hidup Riau menyatakan bahwa hingga 16 April 2021, jumlah pengaduan atau sengketa lingkungan hidup akibat tanah terkontaminasi minyak bumi sebanyak 297.
Pengaduan atau sengketa lingkungan hidup yang sudah diverifikasi lapangan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau sebanyak 147 sengketa dan sebanyak 150 pengaduan atau sengketa belum diverifikasi.
“Kami mendesak Bapak Albert Simanjuntak untuk menepati janji yang pernah beliau ucapkan di DPR RI tahun lalu. Sebab jangan sampai CPI mewariskan limbah untuk anak cucu keturunan masyarakat Riau di masa mendatang,” ungkap Helmi, Kamis (3/6).
Lebih lanjut Helmi mengatakan, pernyataan janji Albert Simanjuntak di hadapan anggota DPR RI merupakan sebuah janji dari pimpinan perusahaan kelas dunia di hadapan institusi negara Republik Indonesia.
“Tentu apa yang dijanjikan di sana bukan sembarangan. Jika memang ada maksud untuk berbohong di lembaga terhormat itu, maka penegak hukum sebaiknya segera menangkap dan memproses sesuai aturan yang berlaku,” tegas mantan Anggota DPRD Provinsi Riau tersebut.
Sementara itu, dilansir laman dpr.go.id pada 20 Januari 2020, Anggota Komisi VII DPR RI, Abdul Wahid mempertanyakan komitmen PT Chevron Pacific Indonesia dalam memulihkan lingkungan, khususnya tanah yang terkontaminasi minyak di Blok Rokan yang dikelola oleh Chevron. Ia mengatakan puluhan ribu hektar tanah di Riau sudah terkontaminasi minyak.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI dengan 10 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2020), Abdul Wahid meminta Chevron melakukan langkah konkrit menyelesaikan masalah lingkungan sebelum kontrak kerja sama berakhir.
“Selain soal lifting yang terus saja turun secara signifikan di Blok Rokan, saya juga ingin minta penjelasan langsung dari Chevron mengenai pemulihan lingkungan. Ada puluhan ribu Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM), khususnya Riau yang merupakan dapil saya. Bagaimana langkah konkrit Chevron menyelesaikan itu, mengingat waktu selesai kontrak kerjasama sudah semakin dekat,” kata Abdul Wahid.
Hal senada juga diungkapkan oleh, Zulfikar Hamonangan. Politisi Fraksi Partai Demokrat ini juga mempertanyakan tanggung jawab PT Chevron terhadap kebocoran pipa-pipa gas yang menyebabkan pencemaran lingkungan di Riau. Mengingat hal ini sudah berlangsung cukup lama, yakni sejak tahun 2010, namun hingga kini tak kunjung tuntas.
“Mendengar nama Chevron, kita langsung tertuju pada perusahan yang cukup terkenal dan cukup membantu dalam perekonomian Indonesia. Tapi saya tidak tahu program-program apa yang diberikan chevron pada masyarakat kita. Khusus persoalan di Riau, yakni terkait masalah pencemaran lingkungan. Saya mendapatkan data, terjadi kebocoran pipa-pipa gas yang menyebabkan pencemaran lingkungan. Persoalan ini sejak tahun 2010, dan menjadi isu yang terus bergulir, tanpa ada penyelesaiannya,” ungkap Zulfikar.
Kedua Anggota Komisi VII DPR RI ini menegaskan akan terus konsen mengawal permasalahan pencemaran lingkungan hingga benar-benar tertangani dengan baik. Karena pencemaran ini sudah meresahkan masyarakat sekitar, akibat kebocoran pipa gas tersebut, PT Cvehron diminta untuk megatasinya. Baik itu menghentikan kebocoran, maupun mengatasi dampak lingkungannya.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Direktur PT Chevron Pasific Indonesia, Albert Simanjuntak mengaku berkomitmen untuk menyelesaikan semua persoalan (termasuk pemulihan lingkungan) menjelang alih kelola dengan Pertamina dan SKK Migas.
Menurutnya, pemulihan TTM menunggu izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan persetujuan SKK Migas. Pihaknya telah mengajukan anggaran dan rencana kerja untuk pemulihan TTM, tapi dari semua lokasi yang terverifikasi tidak semua yang disetujui SKK Migas.