Jakarta, Aktual.co —  Menjelang Perang Dunia (PD) II, sejumlah tokoh pergerakan di Pulau Jawa membahas isu rawan tentang bagaimana cara menolak peperangan, bila Indonesia menjadi ajang perang Belanda melawan Jepang. Pada pertemuan-pertemuan “Manggala Tiga Belas” itu, Ki Ageng Suryomentaram (KAS) mengemukakan dalam Perang Dunia II, bangsa Indonesia punya tiga pilihan. Yaitu: (1) Membela majikan lama, Belanda;(2) Ganti majikan baru, Jepang;(3) Menjadi majikan diri sendiri alias merdeka.

Perang yang berpalagan di Asia atau Perang Asia Pasifik itu, menurut KAS alias Bendara Pangeran Harya Suryomentaram, sesungguhnya bukan persoalan bangsa Indonesia. Itu sekedar gegeran antar sesama negara kolonialis Belanda dengan Jepang yang berebut koloni. Yang menjadi masalah adalah ‘kita tinggal di negeri sendiri, tapi negeri kita dijadikan ajang perang. Kalau kita mau pergi, mau pergi ke mana?. Kalau kita tinggalkan tentu negeri kita akan diambil orang lain.’

Bagi anak ke-55 dari 79 putra-putri Sri Sultan Hamengku Buwono VII ini, pilihan jitu adalah Merdeka, menjadi majikan diri sendiri. Namun, menurut pangeran kelahiran 20 Mei 1892 ini, apa segenap rakyat Indonesia telah siap berjuang fisik menentang keunggulan militer kolonialis yang saling berseteru itu? Baik Belanda ‘majikan lama’ elemen Bala Tentara Sekutu, yang bersama Inggris, Perancis, Amerika Serikat dan Australia menyebut diri sebagai Negara-negara bebas alias liberal, maupun Jepang calon ‘majikan baru’ bagian dari kekuatan Axis atau poros bersama Jerman dan Italia, yang oleh Sekutu dicitrakan terus sebagai Fasis?
   
KAS yang semasa kecil bernama BRM Kudiarmaji, kembali pada kesimpulan lamanya saat PD I usai.  Belanda memang terkulai rudin akibat perang besar di Eropa. Namun kekuatan kolonialis ini di Hindia Belanda, diperkirakan oleh murid KH Ahmad Dahlan, pendiri  Muhammadiyah ini, masih solid. Sehingga kepada sesama rekan pergerakan kemerdekaan, KAS mengingatkan, tidak sepatutnya kita mengorbankan keselamatan jiwa puluhan juta rakyat Indonesia saat itu.

Sejak tahun 1926, banyak tokoh pergerakan yang di-BovenDigul-kan oleh Pemerintahan Kolonial dengan tuduhan ‘agen komunis’. KAS yang juga aktifis Taman Siswa, jika tidak diselamatkan dengan jaminan Sultan Hamengku Buwana VIII, niscaya tetap mendekam terus di sel tahanan.

Belanda telah lama mencurigai gerak-gerik KAS, sang pemikir dan filsuf pejuang nusantara ini. Sehingga setiap berceramah atau hadir dalam pertemuan yang mengkritisi kolonialisme imperialisme, KAS selalu dikuntit PID (Politieke Inlichtingen Dienst) atau reserse kolonial.

Sekelumit kisah joang alumnus kursus Klein Ambtenaar yang mantan pegawai dua tahun dari Gubernemen Hindia Belanda ini laik disimak. KAS pernah menolak uang pensiun f 333,50 per bulan dari Pemerintah Hindia Belanda, dengan alasan tak merasa berjasa kepada pemerintah kolonial dan enggan terikat pada kekuatan asing.

Bangsawan tinggi yang fasih berbahasa Belanda, Inggris dan Arab ini, tegas menanggalkan titel kepangeranannya. Sejak dilarang naik haji, dia malah hidup berkelana jadi pedagang, petani dan rakyat kecil. Selaku filsuf eksistensialis nusantara, KAS gigih memikirkan nestapa para kramadangsa (rakyat kecil).
 
KAS juga perumus doktrin dasar ketentaraan “Jimat Perang” yang berinti ajaran pandai perang dan berani mati dalam perang. Doktrin sang penggagas tentara sukarela cikal bakal Peta (Pembela Tanah Air) ini lalu dipopulerkan oleh Bung Karno lewat berbagai pidato radio.

Perang melawan kolonialisme, menurut pangeran panglima gerilyawan dan pendiri Pasukan Jelata ini, perlu menimbang matang berbagai tahap kesiapan.  Termasuk pula aspek geopoltik.  Tidak bisa asal Anti Belanda semata.

Apa yang diwejang Suryomentaram itu baru sebatas perang secara fisik. Karena sosok kolonialisme imperialisme semasa itu secara fisikal terwakili dalam bentuk kolonialis asing yang nyata, baik Belanda majikan lama maupun Jepang majikan baru.

Bagaimana dalam perang melawan neo kolonialisme imperialisme, yang disebut Bung Karno sebagai Nekolim, yang kini bermetamorfosis menjadi Neo Liberalisme alias Neolib?  Nekolim berwujud sistem hukum dan mekanisme finansial internasional. dominasi media komunikasi global, nilai budaya kosmopolitan, dan saling ketergantungan politik antar negara di dunia.

Bagaimana mungkin melawan neolib, ketika berbagai nilai-nilai dasar penggerak neolib justru semakin mengakar di pola hidup dan alam pikiran bawah sadar para elite masyarakat kini?

Yang terjadi kini adalah ricuh antar ‘pejuang rakyat’ yang saling tuduh satu sama lain sebagai antek nekolim. Agen neolib, sebagaimana berita heboh yang dihembuskan berbagai media, seturut majikan pemiliknya.

Deja vu.Kisruh pendapat umum ini semirip situasi euforia pasca lengser Soeharto, yang membuka peluang penyelinapan berbagai unsur Orde Baru ke semua elemen reformis. Sehingga gerakan reformasi bisa dibajak dan dibelokan sesuai agenda neolib. 
    
Lebih memprihatinkan lagi, manakala para aktifis pro demokrasi maupun awak media yang sesumbar paling populis dan anti neolib malah menengarakan bahwa mereka sesungguhnya ahistoris. Bahkan apolitis.

Padahal benih neolib telah disemai luas mendalam sejak Jenderal Soeharto berkuasa lewat kudeta merangkak. Bermodal tentara berbasis ideologis KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Lager) eks serdadu kolonial Hindia Belanda dan dukungan Blok Barat, Soeharto dengan berslogan ‘Tritura’ lalu menjungkirkanbalikkan program ‘Trisakti’ Bung Karno tentang (1) berdaulat dalam politik, (2) berdikari dalam ekonomi, (3) berkepribadian dalam kebudayaan.

Gerakan reformasi yang melengserkan keotoriteran Soeharto dan Dwifungsi ABRI ternyata ditunggangi agenda pengokohan neolib, antara lain melalui penyingkiran Gus Dur dan Megawati.

Kini Jokowi tampil sebagai sosok pemimpin baru Indonesia. Sekontroversial apapun, dengan berani dia melangkah.

Adakah Jokowi ahistoris dan mengidap amnesia sosial politik? Atau sebaliknya cukup sistimatis bagai Ki Ageng Suryomentaram dan Bung Karno,  hingga tidak semudah itu di-GusDur-kan atau di-Megawati-kan oleh para agen neolib yang memakai taktik maling teriak maling?

Para kramadangsa senusantara menunggumu.

Artikel ini ditulis oleh: