Jakarta, aktual.com – Presiden Prabowo mengganti Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan Purbaya Yudhi Sadewa. Pasca dilantik, pasar menunjukkan respons negatif terhadap Purbaya.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 1,78 persen, cerminan ketidakpastian investor terhadap pergantian Menkeu. Sebaliknya, nilai tukar Rupiah menunjukkan stabilitas relatif pada periode yang sama. Analis ekonomi harap-harap cemas terhadap Purbaya.
Hanya beberapa hari menjabat, Purbaya mengeluarkan kebijakan pertamanya dengan merelokasi dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke bank-bank milik negara (himbara). Tujuan yang dinyatakan adalah untuk meningkatkan likuiditas perbankan guna mendorong penyaluran kredit.
Baca Juga:
Ini Dua Alasan Dibalik Rencana Prabowo Reshuffle Jilid III
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menyampaikan, asumsi yang dibangun Purbaya adalah dunia usaha kekurangan dana sehingga investasi tidak berjalan dengan baik. Purbaya menilai dengan mengguyur perbankan Rp200 triliun, maka investasi bisa lancar, melalui skema kredit perbankan.
“Pertanyaannya adalah apakah dengan mengguyur dari sisi usaha akan meningkatkan produksi melalui kredit perbankan? Bagaimana dengan sisi demand masyarakat?” tanya Huda.
Menurut Huda, BI telah menurunkan suku bunga acuan dari sekitar 6 persen (akhir tahun 2024) menjadi 5 persen. Namun, pertumbuhan kredit terus menurun, bahkan hanya sekitar 6 persen saja.
“Artinya memang meskipun diturunkan, permintaan masih cukup rendah. Jadi masalahnya ada di sisi demand-nya dibandingkan dengan supply,” ungkapnya.
Baca Juga:
Purbaya Sebut Bakal Hati-hati Soal Ucapannya Ketika Menjabat Menkeu
Persoalan selanjutnya, Huda mempertanyakan bagaimana jika sudah diguyur namun bank-bank sulit menyalurkan. Maka, ucapnya, dana akan mengendap dan kinerja perbankan akan memburuk. Loan to Deposit Ratio (LDR) atau likuiditas bank akan mengecil sehingga membuat kinerja perusahaan akan memburuk secara laporan.
“Maka bagi perbankan, akan lebih mudah ditempatkan ke investasi. Ingat, ada Danantara yang bisa melakukan hal tersebut,” kata Huda.
Selain itu, Huda juga menyoroti kemungkinan siapa yang akan menerima kucuran dana ini yang disalurkan Himbara. Mengingat, pelaku UMKM, pertumbuhannya hanya 1,82 persen sedangkan korporasi, baik swastas maupun BUMN, tumbuh hingga 9,59 persen.
“Di sisi lain, ada juga kebutuhan untuk mendukung pembiayaan program pemerintah seperti koperasi merah putih dan MBG. Dengan demikian, nampaknya memang ada pesanan untuk menarik uang tersebut dari Bank Indonesia dan dikirim ke Himbara,” paparnya.
Baca juga:
DPR Soroti Tugas Berat Menkeu Baru Purbaya Yudhi Sadewa
Menurut Huda, ketika guyuran uang ini di Himbara tidak terserap, juga bisa menyebabkan inflasi. Ketika permintaan kredit dari dunia usaha sedikit, bagi perbankan akan lebih mudah menyalurkannya ke sektor multiguna (termasuk konsumsi).
“Uang di masyarakat naik, tapi produksinya masih melambat maka akan terjadi demand lebih tinggi dibandingkan supply. Yang terjadi adalah kenaikan harga barang. Ini yang berbahaya ketika perencanaan guyur uang ini tidak matang,” tutur Huda.
Huda pun menduga akan ada korporasi besar, baik swasta maupun BUMN, yang akan menerima kucuran dana, terutama dari industri yang tengah atau akan kolaps. Jika tidak, maka aliran tersebut akan menuju ke Surat Berharga Negara (SBN) karena perbankan akan berusaha untuk mengalirkan dana ke manapun asalkan tidak mengendap.
“Kalau dana itu masuk korporasi, apalagi BUMN yang sakit, kredit macet akan meningkat. Bisa jadi kasus BLBI akan terulang. Dana ini bisa menjadi bancakan BUMN yang sakit, kan sudah ada itu BUMN yang rugi triliunan akibat proyek kereta cepat whoosh,” ucap Huda.
Baca Juga:
Rupiah Melemah Dipengaruhi Pergantian Menteri Keuangan
Jurus Menteri Purbaya dan Analogi Emak-emak Pindahin Tabungan
Analis ekonomi Yanuar Rizky melihat, kebijakan Purbaya sekilas pro sektor riil. Namun, katanya, kebijakan tersebut wataknya adalah pro pasar.
“Simpelnya, dari ujung gebrakan uang pemerintah mengendap di BI adalah seperti emak-emak yang pindahin tabungan ke Bank yang kasih bunga lebih tinggi,” papar Yanuar.
Menurutnya, kalau betul Purbaya meyakini teori likuiditas maka kebijakannya tidak akan justru menikmati bunga bank yang tinggi untuk mencegah spekulasi berlebihan saat kondisi ekonomi tak menentu.
“Ini akan menghambat likuiditas karena cost of fund (biaya bunga deposito) yang tinggi di saat sektor riil melemah tak mampu membayar bunga pinjaman yang tinggi,” ucap Yanuar.
Secara sedernana, Yanuar menjelaskan, pemerintah tidak akan mendapatkan bunga bila menyimpan uangnya di BI. Tapi, jika dana itu diguyur ke Himbara, pemerintah pasti mendapat bunga komersil.
“Apalagi sifatnya deposit on call yang sewaktu-waktu bisa diambil lagi,” ujarnya.
Baca Juga:
Purbaya Sebut Tidak Akan Ganti Kebijakan Fiskal Sri Mulyani
Yanuar pun mempertanyakan belied KMK yang dikeluarkan melarang untuk dibelikan Surat Berharga Negara (SBN), tapi tidak untuk oblligasi korporasi dan kredit konsumsi. Menurutnya, dengan larangan ini bank pasti akan mengucurkan kredit. Tapi, katanya, pemerintah tidak melakukan holding period.
“Dengan deposit on call yang bisa diambil kapan aja, apa nyambung insentifnya sama cerita kredit yang membutuhkan pengembalian pokok tidak semudah jual beli SBN?” tanya Yanuar.
Menurutnya, kalau dana ini dipakai ke kredit investasi, sektor riil, dengan biaya bunga deposito 4%, paling tidak dengan BOPO (biaya operasional perbankan) plus marjin di kisaran plus minus 2, maka bunga kredit dana ini 6%.
“Bank akan lebih memilih ke SUN. Kenapa Bank pilih SUN, karena kuponnya saja pemerintah keluarkan sudah rata-rata di atas 6%, dan aset likuid yang bisa dijual sewaktu-waktu saat deposito juga oleh nasabahnya bisa diambil sewaktu-waktu,” paparnya.
Jadi, kata Yanuar, kebijakan Purbaya ini tak lebih seperti emak-emak yang naik motor memberi tanda belok kiri, tapi nyatanya belok kanan. “Ngomong tarik dana di BI ke Bank Umum bakal ke sektor riil, padahal bilang aja pemerintah cari pendapatan tambahan dari bunga uang tabungan SAL-nya,” ucap Yanuar
Artikel ini ditulis oleh:
Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi

















