Aktual.com, Jakarta-Isu reshuffle di korps Adhyaksa kembali muncul. Pemberian amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan Abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau akrab disapa Tom Lembong menjadi pemicu.
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fikar Hadjar menyebut desakan mundur terhadap Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah sebagai hal yang wajar.
“Desakan yang wajar (karena) Kejagung menjadi alat politik, Jaksa Agung-nya harus dievaluasi,” tegas Abdul Fickar Hadjar kepada wartawan, (07/08/2025).
Fikar menjelaskan hal itu sebagai konsekuensi logis dari putusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti pada Hasto, dimana amnesti Hasto diduga menjadi dasar pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Sukarno Putri mendukung pemerintahan Prabowo.
Baca Juga:
Jaksa Agung Bantah Soal isu Mengundurkan Diri
Selain itu, pemberian abolisi kepada Tom Lembong oleh Presiden Prabowo menunjukkan bahwa kerja-kerja penindakan hukum di Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak berjalan dengan profesional. Dimana institusi justru dijadikan alat untuk menyerang pihak-pihak yang berseberangan secara politik.
“Desakan yang wajar (karena) Kejagung menjadi alat politik, Jaksa Agung-nya harus dievaluasi,” tegas Fikar.
Mencermati dinamika yang berkembang, Profesor Riset BRIN Lili Romli menduga reshuffle menjadi keniscayaan. Perjalanan kabinet dalam 10 bulan ini sudah cukup untuk melakukan evaluasi secara general.
“Belum adanya reshuffle sampai saat ini mungkin menunggu momen yang tepat, yang pas waktunya. Presiden masih memberikan kesempatan kepada para menteri. Sekarang ini semacam baru kasih SP pada para pembantu atau sudah dikasih warning,” tuturnya.
Romli mengingatkan pula, kinerja menteri merupakan indikator keberhasilan pemerintah. Artinya, kritikan terhadap kinerja anggota kabinet perlu dicermati. “Jangan sampai kritik tersebut justru nanti akan menggerus kepercayaan publik pada presiden,” pintanya.
Baca Juga:
TNI Bukan Beking Kejahatan, Pengamanan Tak Halangi Proses Hukum
Meskipun secara lembaga, Kejagung telah membantah isu reshuffle Jaksa Agung, pada Mei 2025. Sementara ST Burhanuddin pada Juni 2025 membantah mundur dari jabatan yang diemban. “Apapun itu, hak prerogatifnya presiden. Jadi kalau saya mundur itu tak ada,” kata dia, menjawab isu mundur.
Kendati Presiden Prabowo Subianto dalam pembukaan sidang, mengapresiasi kinerja kabinet, hal itu belum menandakan reshuffle tidak terjadi.
Mungkinkah ST Burhanuddin Bertahan?
Tak jauh berbeda dengan spekulasi yang muncul ketika Presiden Prabowo hendak membentuk Kabinet Merah Putih, kriteria siapa Jaksa Agung selanjutnya kembali muncul ke permukaan. Selain para Jaksa Agung Muda, terbuka peluang jaksa senior yang sudah purnabakti bakal meneruskan tongkat estafet di Korps Adhyaksa
Basrief Arief dan Burhanuddin termasuk golongan jaksa pensiun yang kembali ke korps untuk memimpin. Namun bukan berarti peluang sosok profesional atau jaksa non-karier tertutup. Sedangkan di kalangan internal, Jamintel Reda Manthovani yang dikabarkan sebagai adik ipar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang juga Ketua Harian DPP Partai Gerindra dianggap potensial menjabat Jaksa Agung.
Baca Juga:
Penggeledahan Rumah Jampidsus, Bukan Sekedar Kabar Miring
Beredar kabar, jaksa senior dan profesional sedang disiapkan untuk meneruskan jabatan Burhanuddin. Sedangkan munculnya isu reshuffle tak lepas dari kepentingan Prabowo untuk memangkas atau mengurangi anasir rezim terdahulu.
Seiring berjalannya waktu, mungkinkah Burhanuddin melanjutkan kepemimpinan hingga berakhirnya periode pertama Presiden Prabowo?
Artikel ini ditulis oleh:
Erwin C Sihombing
Eka Permadhi

















