Jakarta, Aktual.com — Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menduga bahwa pihak eksekutif atau kementerian yang lebih tahu soal permainan proyek infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang menjerat anggota Komisi V DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti dalam kasus suap.
Margarito mengatakan bila merujuk putusan MK pada Mei 2014, sebenarnya DPR sudah tidak berwenang lagi membahas mata anggaran secara teknis bersama pemerintah hingga hal-hal yang sangat rinci di satuan tiga.
“Jadi eksekutiflah yang melakukan pembahasan tersebut,” ucap Margarito, di Jakarta, Senin (25/1).
Tidak hanya itu, Margarito juga menjelaskan bahwa MK pun menghapus kewenangan DPR dalam memberi tanda bintang pada anggaran yang dianggap belum memenuhi syarat Badan Anggaran hanya boleh menyatakan setuju atau tidak setuju.
“Pemerintah akan lebih leluasa dalam menyusun program dan kegiatan dalam APBN,” ujar dia.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio mengatakan dalam kasus Damayanti ini, erat terjadi hubungan simbiosis mutualisme antara eksekutif dan legislatif.
Oleh karenanya, sangat erat hubungan oknum legislatif dapat leluasa masuk ke eksekutif karena kedekatan personal dengan para pejabat di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Bisa juga oknum DPR ini sangat dekat dengan eksekutif dan mengetahui ada anggaran yang telah ditempatkan dalam satuan tiga tersebut,” ucap dia.
Untuk diketahui, anggota Komisi V DPR Ridwan Bae mengaku Komisi V DPR belum pernah membahas proyek jalan di Maluku yang diusulkan Damayanti di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tersebut.
“Tidak tahu. Belum pernah bahas,” ujar Ridwan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/1).
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang