Gedung Rektorat Universitas Indonesia Foto: Ist

Depok, Aktual.com – Universitas Indonesia (UI) menerima pernyataan permohonan maaf dari salah satu ko-promotor disertasi Bahlil Lahadalia, Teguh Dartanto, yang ditujukan kepada sivitas akademika dan masyarakat.

‎‎Penyampaian permohonan maaf ini merupakan bagian dari kewajiban dalam sanksi pembinaan yang dijatuhkan terhadap dirinya sesuai Keputusan Rektor UI No. 474/SK/R/UI/2025, setelah ditemukannya pelanggaran akademik dalam proses pembimbingan disertasi tersebut.

Rektor UI Heri Hermansyah menegaskan permohonan maaf tersebut merupakan bagian penting dari mekanisme etik UI. Pernyataan permohonan maaf dari Teguh Dartanto diterima UI pada 29 November 2025.

“Pernyataan permohonan maaf ini menunjukkan keseriusan pihak yang bersangkutan dalam menjalankan sanksi pembinaan. UI akan terus menjaga integritas akademik tanpa syarat dan tanpa tebang pilih,” ujar Heri dalam keterangannya di Depok, Sabtu, (6/12/2025.

UI menilai langkah ini sebagai bagian dari proses pemulihan iklim akademik dan komitmen untuk memperkuat budaya integritas. Dengan ini, UI akan melakukan koordinasi dengan empat organ utama untuk menindaklanjuti pernyataan tersebut secara kelembagaan.

‎‎Sebagai institusi pendidikan, kata dia, UI menempatkan integritas akademik sebagai pilar utama. Karena itu, sanksi yang dijatuhkan bukan bersifat menghukum, tetapi merupakan bagian dari pembinaan demi menjaga mutu akademik UI.

Direktur Humas, Media, Pemerintah, dan Internasional UI, Erwin Panigoro menegaskan UI konsisten menjalankan mekanisme etik tanpa pengecualian.

‎‎“Seluruh pihak yang terlibat, baik promotor, ko-promotor, manajemen sekolah, maupun mahasiswa, telah dikenai sanksi pembinaan sesuai tingkat tanggung jawabnya. UI tidak tebang pilih dalam menegakkan standar akademik,” ujar dia.

‎‎Ia menambahkan, penegakan integritas akademik dilakukan bukan hanya melalui penjatuhan sanksi, tetapi juga melalui pembinaan untuk meningkatkan kualitas akademik dan perubahan perilaku.

‎‎“Mahasiswa diwajibkan melakukan revisi substantif pada disertasinya. Sementara para pembimbing dikenai pembinaan melalui larangan kegiatan akademik tertentu,” kata Erwin.

‎‎Dalam proses penyusunan disertasi, Bahlil Lahadalia, mahasiswa S3 Program Doktor Sekolah Kajian Strategik dan Global (SKSG), terdapat beberapa pihak yang bertugas sebagai pembimbing, yaitu Promotor Chandra Wijaya, serta dua Ko-promotor, yaitu Teguh Dartanto dan Athor Subroto.

‎‎Evaluasi menyeluruh yang dilakukan UI menemukan adanya pelanggaran akademik dan etik dari seluruh unsur pembimbing, sehingga masing-masing dikenai sanksi pembinaan sesuai ketentuan yang berlaku.

‎Sanksi terhadap Teguh Dartanto mencakup larangan mengajar dan membimbing selama satu tahun, penundaan kenaikan pangkat selama dua tahun, serta kewajiban menyampaikan permohonan maaf kepada sivitas akademika dan masyarakat.

‎‎Sanksi yang sama dalam tingkatannya dijatuhkan kepada Promotor dan Ko-promotor lainnya, yakni larangan mengajar, larangan menerima mahasiswa bimbingan, serta pembatasan keterlibatan dalam jabatan struktural dalam periode tertentu.

‎‎Keputusan sanksi tidak diambil secara sepihak, melainkan merupakan keputusan bersama empat organ utama UI, yaitu Rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Senat Akademik (SA), dan Dewan Guru Besar (DGB).

Empat organ tersebut secara serempak menyatakan bahwa mahasiswa yang bersangkutan wajib melakukan revisi disertasi serta melengkapi persyaratan tambahan berupa publikasi ilmiah.

Revisi Disertasi dan Terbitkan Publikasi Ilmiah

Sebelumnya, Heri Hermansyah mengatakan Bahlil Lahadalia diharuskan melakukan perbaikan atau revisi disertasi dan menambah publikasi ilmiah, sebelum dinyatakan lulus

Heri menjelaskan bahwa kedua mandat tersebut tercantum dalam Surat Keputusan (SK) individual terhadap kasus disertasi Bahlil Lahadalia.

“Kalau isi SK-nya, ada dua. Yang pertama adalah menunda yudisium sampai revisi selesai. Yang kedua, menambah publikasi ilmiah. Jadi, kita lembaga pendidikan tentunya juga membina, bukan membinasakan,” kata Heri di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (13/3/2025).

Heri menjelaskan, mandat untuk Bahlil menyelesaikan revisi dan menambah publikasi ilmiah itu merupakan kesepakatan bersama dari dirinya sebagai rektor, Majelis Wali Amanat (MWA), Dewan Guru Besar (DGB) dan Senat Akademik.

Ia juga menegaskan soal status Bahlil sebagai mahasiswa S3 Kampus Kuning itu belum dinyatakan lulus karena Bahlil belum melalui proses yudisium yang menjadi penentuan nilai dan kelulusannya di UI.

Yudisium dilakukan setelah mahasiswa menyelesaikan seluruh kewajiban akademik, dan menjadi syarat untuk mengikuti wisuda sebagai tanda kelulusan.

“Belum lulus. Mahasiswa lulus itu ada suatu proses yang disebut yudisium itu. Nah, beliau belum sampai ke yudisium itu,” kata Heri.

Keputusan pihak UI untuk melakukan pembinaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dengan kasus disertasi Bahlil Lahadalia, ini merupakan hasil dari rangkaian pertemuan empat organ UI.

Keputusan melakukan pembinaan terhadap kasus disertasi Bahlil tersebut juga sudah melewati proses yang panjang oleh pihak kampus yang berjalan sejak November 2024.

“Saya kan jadi rektor bulan Desember, jadi bahkan sebelum saya diangkat di rektor, proses itu sudah berjalan. Dan saya diangkat rektor bulan Desember, walaupun itu terjadi sebelum saya menjadi rektor, itu sudah menjadi kewajiban saya untuk menyelesaikannya sampai tuntas,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi