Kasus Hukum Dan Lemahnya Pertumbuhan Ekonomi Jadi Para Meter Dorongan Reshuffle Kabinet

Jakarta, Aktual.com – Jelang satu tahun perjalanan Kabinet Merah Putih, Pemerintahan Prabowo Subianto muncul dorongan untuk segera reshuffle beberapa Menteri. Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira dan Direktur Program Pusat Polling Indonesia (Pupoll) Chamad Hojin kepada Aktual.com menjelaskan, setidaknya, ada dua alasan utama agar Presiden Prabowo melakukan kocok ulang Kabinet.

Pertama, belum tercapainya sejumlah target yang hendak dicapai, khususnya di sektor ekonomi. Kedua, pencopotan terhadap menteri yang diduga terkait kasus hukum. Chamad Hojin mengatakan, kinerja para pembantu Presiden Prabowo secara keseluruhan relative bagus. Hanya saja, kinerja tim ekonomi yang dinilai belum maksimal, khususnya sektor ekonomi makro.

“Yang menjadi catatan adalah sektor ekonomi makro, terkait pertumbuhan ekonomi yang belum maksimal, masih jauh dari target Presiden Prabowo 8 persen, sekarang masih 4,8, di bawah 5 persen,” papar Hojin.

Menurutnya, kedodoran tim ekonomi di bawah koordinasi Menteri Koordinator Perekonomian sangat terasa dengan lesunya pertumbuhan ekonomi, PHK, dan jumlah kelas menengah yang terus berkurang.

Bahkan, seretnya pertumbuhan ekonomi di tahun pertama Prabowo-Gibran memaksa pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi 2025, dari awalnya 5,2 persen menjadi hanya mentok ke 5 persen. Padahal, Prabowo menargetkan pada 2029 nanti pertumbuhan ekonomi Indonesia di angka 8 persen
Rendahnya pertumbuhan ekonomi di 9 bulan Pemerintahan Prabowo pun sudah dirasakan masyarakat. Hasil survey LSI Denny JA mengungkapkan 60,8 persen dari 1.200 responden mengaku merasa lebih sulit mendapatkan pekerjaan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi yang rendah itu terancam tidak bisa tumbuh dengan baik dengan adanya perang tarif global, di mana Amerika Serikat (AS) yang menerapkan tarif sebesar 32 persen ke produk ekspor Indonesia.

“Perang tarif global juga sangat jelas berdampak. Loby dengan AS kan kita masih kena tarif tinggi, kok bisa dikenakan tarif tinggi, malah kalah sama Vietnam. Jadi, di sektor ekonomi makro, terutama nonpangan, kinerjanya sangat jeblok, penyerapan anggaran juga masih rendah. Tim kerja ekonomi ini perlu jadi sorotan utama Presiden Prabowo,” ucap Hojin.

Disis lain Bhima Yudhistira mengatakan, gagalnya negosiasi Indonesia dengan AS untuk mencegah pemberlakuan tarif impor 32 persen, menjadi peringatan serius bagi pemerintah. Kegagalan ini mencerminkan lemahnya arah kebijakan luar negeri dan ekonomi Indonesia.

“Jika Indonesia ingin memperkuat posisi globalnya, perombakan kabinet adalah langkah yang tidak bisa ditunda. Menteri Airlangga Hartarto jelas gagal dalam merancang strategi ekonomi luar negeri yang efektif,” ujar Bhima.

Lemahnya Koordinasi Kementerian Lembaga Hambat Atasi Krisis

Bhima menilai, kegagalan mengejar target pertumbuhan dan stabilitas ekonomi menjadi bukti absennya koordinasi strategis lintas kementerian yang berdampak langsung terhadap kepercayaan pasar dan posisi tawar negara.
Ia memaparkan, hasil studi Celios memperkirakan dampak pengenaan tarif 32 persen akan menimbulkan kehilangan serapan kerja hingga 1,2 juta orang, karena imbas ke sektor padat karya, seperti pakaian jadi, alas kaki, serta produk ekspor lain yang signifikan.

Selain itu, estimasi penurunan nilai ekspor Indonesia sebesar Rp105,98 triliun dan pendapatan masyarakat terkoreksi Rp143,87 triliun. Dengan berlakunya tarif resiprokal per 1 Agustus 2025, dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa menyentuh level 4,7-4,8 persen year on year.

“Ini bukan sekadar reshuffle, tapi penyelarasan ulang arah pemerintahan. Jika kabinet tetap diisi oleh figur-figur yang tidak mampu menjawab tantangan global, Indonesia akan semakin tertinggal dan kehilangan momentum,” tuturnya.

Sedangkan peneliti Celios, Yeta Purnama, menyebut koordinasi antar kementerian dalam menghadapi krisis ini tampak lemah dan tidak selaras dengan kebutuhan strategis negara.

“Indonesia butuh menteri-menteri yang berani menyuarakan kepentingan publik, bukan sekadar menjalankan instruksi politik. Pembaruan arah kebijakan hanya bisa terjadi bila orang-orangnya juga diperbarui,” ujar Yeta.

Sebagai perbandingan, Celios mengatakan, Vietnam berhasil menghindari tarif serupa dengan pendekatan diplomasi yang konsisten dan komitmen investasi nyata di AS. Indonesia justru dinilai terjebak dalam pendekatan reaktif, penuh simbol, tanpa pondasi diplomatik dan kebijakan yang kuat.

Dugaan Jerat Kasus Hukum dan Kegaduhan Kabinet Ganggu Kepercayaan Publik Terhadap Pemerintahaan Prabowo

Selain rendahnya kinerja tim ekonomi, Hojin juga menyoroti menteri di kabinet Presiden Prabowo yang diduga terkait kasus judi online. Menurutnya, Presiden Prabowo harus bersikap tegas dengan segera mengganti menteri tersebut.

“Seperti Menteri Koperasi, Budi Arie, yang diduga terlibat judol. Bahkan dugaan keterlibatnnya sangat kuat dari pengakuan beberapa saksi di persidangan,” kata Hojin.

Hojin menegaskan, pemberantasan judol merupakan bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo karena dampak judol yang berbahaya.
“Karena itu, Menteri Budi Arie yang diduga sangat kuat terlibat, saksi bahkan menyampaikan ada peran dan aliran dana ke yang bersangkutan, sebaiknya dicopot,” tegas Hojin.

Terkait sejumlah menteri yang kerap menimbulkan kegaduhan publik, ataupun kontroversi, Hojin melihat, Presiden Prabowo cukup menegur menteri bersangkutan. “Seperti Menteri ESDM dan Menteri KKP, mungkin cukup ditegur,” ucap Hojin.

Sejak dilantik 1 Oktober 2024 lalu, Presiden Prabowo Subianto baru satu kali melakukan perombakan atau reshuffle kabinet, yakni pada 19 Februari 2025. Satu menteri yang dirombak oleh Prabowo adalah Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek).

Jelang Satu Tahun Pemerintahan Prabowo Baru Satu Menteri Diberhentikan

Dalam reshuffle kabinet pertama pemerintahan Kabinet Merah Putih ini, Prabowo melantik seorang akademisi bernama Brian Yuliarto untuk menggantikan Satryo Soemantri Brodjonegoro.
Baru-baru ini, Presiden Prabowo Subianto mengaku tidak akan melakukan reshuffle kabinet dalam waktu dekat. Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai para menteri di Kabinet Merah Putih mempunyai kinerja yang bagus.

“Saya tidak ada rencana mau reshuffle. Saya menilai tim saya bekerja dengan baik,” ujar Prabowo, Kamis (12/6).
Prabowo Subianto tidak memungkiri selama ini ada kritikan dari publik terhadap para menteri. Meskipun demikian, Prabowo menganggap kritikan tersebut merupakan hal yang wajar dalam sistem demokrasi.

“Kita tidak bisa memuaskan semua orang. Namun, saya sebagai pengguna, saya sebagai user, menteri-menteri saya bekerja dengan baik,” kata Prabowo.

Prabowo Subianto juga tidak memungkiri beberapa menterinya melakukan kesalahan saat menyampaikan pernyataan. “Mereka kerja keras, niat mereka baik. Kami sudah kompak, kami punya tim yang baik,” ucap Presiden Prabowo.***

 

Artikel ini ditulis oleh:

Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi