Jakarta, Aktual.com – Kasus Sumber Waras yang belum juga ada tanda kejelasan di KPK, dianggap tidak hanya terkait urusan hukum. Tapi juga berpotensi timbulkan keresahan sosial di masyarakat. Setidaknya begitu kata Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle/(SMC) Syahganda Nainggolan.

Dia melihat gejala ke arah itu mulai muncul dengan adanya spanduk-spanduk bernada sentimen rasial di salah satu aksi terkait Sumber Waras ke KPK yang menuntut Ahok dijadikan tersangka. Begitu juga dengan wacana-wacana ‘garang’ di media sosial.

“Ini berarti sudah melebar spektrum dari kasus ini, jangan sampai membesar di lapangan,” ujar dia, kepada Aktual.com, di Jakarta, Rabu (25/5). Baca: ‘Warning’ Para Pensiunan Jenderal Dianggap Masuk Akal

Saran dia, KPK jangan sampai membiarkan situasi seperti ini berkembang ke arah serius. Caranya? Dengan seriusi menindaklanjuti kasus Sumber Waras.

“Soal tersangkanya siapa itu urusan lain. Bila nantinya tersangka adalah Ahok atau anak buahnya, itu urusan lain. Yang penting ada proses yang menunjukkan ke masyarakat kalau KPK serius tangani kasus Sumber Waras,” ujar dia.

Peraih gelar Doktor dari Fisip UI ini menilai situasi yang memanas di DKI saat ini merupakan akumulasi kekesalan atas kebijakan-kebijakan yang dipertontonkan Ahok juga. “Ahok ini kan kaya pemicu. Petantang-petenteng, semacam lakukan provokasi terus ke masyarakat,” kata dia. Baca: Ragukan Hitungan BPS, Syahganda: Ketimpangan di Jakarta Lebih Tinggi

Belum lagi kebijakan seperti penggusuran, reklamasi, Sumber Waras atau isu ‘blocking’ etnis tertentu di pulau reklamasi. Secara sosial, menurut dia, persepsi yang terbangun seperti sekarang ini tidak bagus dan rawan timbulkan konflik. “Misal iklan pulau reklamasi Podomoro yang gunakan bahasa Mandarin. Orang kan jadi menangkapnya itu pulau dibuat untuk kalangan tertentu,” ujar dia.

Alasan janggal KPK

Menurut Syahganda, masyarakat juga mempertanyakan alasan KPK belum juga tindaklanjuti kasus Sumber Waras karena alasan belum cukup dua alat bukti.

Masyarakat, ujar dia, juga punya logika berpikir sendiri yang tidak bisa begitu saja diabaikan di kasus ini. Misal dengan keheranan bahwa KPK abaikan temuan audit investigasi BPK.

“Padahal selama ini KPK juga menetapkan tersangka di berbagai kasus juga berdasar laporan BPK. Tapi kenapa Ahok dapat pengecualian? Ini jadi pertanyaan masyarakat dan akhirnya muncul dugaan-dugaan,” kata dia.

Sedangkan kasus Sumber Waras ini dianggap sudah terang benderang. Jadi aneh kalau KPK anggap tidak ada masalah.

Menurut Syahganda, salah satu permasalahan ada di kebiasaan KPK bergantung pada Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam ungkap kasus. Seharusnya, KPK juga membiasakan untuk dapatkan alat bukti lewat keterangan saksi dan fakta yang ditemukan.

DPR RI Komisi 3, menurut dia jelas harus turun tangan menjalankan fungsi sebagai pengawas pemerintahan. “KPK kan di bawah pengawasan DPR, jadi ya harus dipanggil lagi itu ke Senayan,” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh: