Jakarta, Aktual.co — Dirjen Planalogi Kehutanan pada Kementerian Kehutanan Bambang Soepijanto mengaku, kasus turut serta terkait suap rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di kabupaten Bogor, tak ada rekomendasi dari Gubernur Jawa Barat.
“Itu belum kan harusnya ada syarat lokasi pengganti dan lokasi yang dimohon, ada syarat rekomendasi gubernur, baru dibawa ke kementerian, begitu seharusnya,” kata dia ketika usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Kwe Cahyadi Kumala di kantor KPK, Selasa (11/11).
Dia mengatakan, syarat terbitnya rekomendasi tukar-menukar kawasan hutan atas nama PT BJA seluas 2.754 hektare, yang merupakan syarat untuk pemanfaatan lahan 30 ribu hektare Kota Mandiri
“Rekomendasi lokasi yang dimohon, rekomendasi calon pengganti, rekomendasi gubernur juga belum adakalau di hari lain diajukan lagi akan diterima atau ditolak.”
Namun demikian, syarat yang harus ditetapkan itu, kata dia harus sesuai dengan penetapan yang telah disetujui. Dia menilai, hutan yang berada di Bogor bukanlah hutan lindung. “Bukan hutan lindung. Ya memang dulu ada kepresnya, tapi kepresnya sudah dicabut ya sekarang kan sedang berperkara, kita tunggu saja hasilnya.”
Kasus dugaan suap dalam izin tukar-menukar kawasan hutan seluas 2.754 hektare di Bogor itu bermula dari operasi tangkap tangan yang dalam rangkaiannya menangkap tiga orang, yaitu Bupati Bogor Rachmat Yasin, Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor M. Zairin, dan kurir PT Bukit Joggol Asri, F.X. Yohan Yap–bukan pegawai Bukit Jonggol.
Pada 9 Mei 2014, KPK mengumumkan penetapan tiga orang yang ditangkap itu sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengurusan izin hutan tersebut. KPK meyakini sudah ada pemberian uang Rp 5 miliar ke Rachmat. Duit itu diambil dari kantor Bukit Jonggol.
Bersama Cahyadi, dua saksi dan dua tersangka lain juga diperiksa KPK. Mereka adalah Kusparyanto, Bambang Sukmamanto yang tercatat sebagai Direktur Utama Perum Perhutan, Bupati Bogor Rachmat Yasin, dan F.X. Yohan Yap.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu
Nebby