Jakarta, Aktual.com – Pengamat ekonomi politik Faisal Basri menumpahkan kekesalannya terhadap kebijakan pemerintah yang hanya mengandalkan kemauan tanpa persiapan yang masuk akal.

Menurut dia, semua kebijakan itu selalu diwarnai oleh kebijakan yang “pokoknya” yang dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan masalahnya kebijakan itu langsung ditelan mentah-mentah oleh pemerintahnya.

“Lucu kebijakan pemerintah saat ini. Jokowi maunya, pokoknya harus sekian, pokoknya harus begini tanpa didasari oleh infrastruktur dan dasar yang kuat. Tapi lebih lucu lagi, menteri tersebut hanya bilang, ‘Siap Pak’,” tandas Fasial di acara diskusi “Nasib Paket Ekonomi di Tangan Kabinet Baru”, di Jakarta, Seni (1/8).

Banyak kebijakan yang dilontarkan Jokowi, hanya berdasar pokoknya. Kata dia, Presiden Jokowi minta pokoknya penerimaan negara dari pajak narus meningkat 30 persen, padahal pajak sendiri biasanya, paling kencang hanya bisa dikejar sebanyak 20 persen.

Celakanya, kata Faisal, Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro saat itu, hanya mengatakan, ‘Siap Pak’. Makanya muncul kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty), untuk menarik dana-dana di luar negeri.

Cuma sayangnya, itu bukan kebijakan mudah. Karena dana-dana yang di Singapura itu sudah jadi perusahaan di sana dan teregistrasi juga di sana. Sehingga, para pelaku usaha itu menganggap tidak ada urgensinya juga dana itu dibawa ke dalam negeri atau repatriasi.

“Makanya saya pesimis 95 persen tax amnesty ini bisa berhasil. Apalagi masih ada kebijakan pokoknya, yang selama ini justru selalu tidak dicerna oleh menterinya. Hanya oke-oke saja,” tandas Faisal.

Dia menyebut, padahal rumus pertumbuhan ekonomi itu, berasal dari laju produk domestik bruto ditambah inflasi. Tapi kebijakan yang ada itu tidak mengacu ke situ

“Dan paket ekonomi itu, hanya untuk mencapai tujuan yang hampir mustahil,” tandas dia.

Kebijakan pokoknya lainnya, terkait dengan proyek infrastruktur trans sumatera sepanjang 2.000 km yang ditender tapi tidak ada yang mau, akhirnya Jokowi menunjuk BUMN karya, PT Hutama Karya (Persero) Tbk.

Juga menerapkan perintah terkait kemudahan berbisnis (doing business) yang saat ini berada di posisi 109, pokoknya harus menjadi di 40. Juga ada kebijakan harga daging harus Rp80 ribu, padahal semestinya di angka Rp120 ribu. Juga target listrik 35 ribu mega watt yang harus tercapai sampai 2019.

Segala target ini, Faisal menengarai, yang harus selesai di 2019, hanya mnjadi bahan untuk kampanye saja, agar Jokowi bisa terpilih kembali.

“Makanya, dengan kebijakan yang pokoknya itu, segala kebijakan yang dikeluarkan pemerintah itu tidak nyambung. Karena para menteri juga hanya melakukan entertainment ke Presiden,” ujar dia.

Faisal berharap, tim ekonomi baru ini harus mampu memberi tantangan ke Presiden, jangan hanya oke-oke saja.

“Mestinya bisa men-challange Presiden. Sri Mulyani mungkin bisa. Agar targetnya itu realistis. Tidak sembarangan karena dasarnya tidak ada,” pungkas Faisal. (Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka