Menteri BUMN Rini Soemarno (kanan) berbincang dengan Mensesneg Pratikno (kiri) dan Dirut PT PLN (Persero) Sofyan Basir (tengah) sebelum mengikuti rapat kabinet terbatas di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Kamis (3/12). Rapat tersebut membahas soal percepatan pembangunan kilang minyak dan ketersediaan listrik bagi masuknya investasi di Indonesia. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/pd/15.

Jakarta, Aktual.com — Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara mengamati ada upaya sabotase secara terselubung yang dilakukan Direksi Perusahaan Listrik Negara (PT PLN) terhadap proyek High Voltage Direct Current (HVDC) yakni kabel interkoneksi bawah laut Jawa-Sumatra.

PLN hendak membatalkan atau menunda proyek ini hingga setelah 2025, dan ini juga yang menjadi permasalahan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said mengembalikan dokumen RUPTL agar diperbaiki dan dicantumkan proyek HVDC yang semula sengaja di sembunyikan.

“Membatalkan HVDC merupakan pembangkangan terhadap arahan pemerintah. Hal ini tak pernah terungkap ke publik, dan dirut PLN terus berbohong dengan menutupi hal ini,” kata Marwan, Jumat (27/5)

Berikut disinyalir sebagian dari kebohongan Sofyan Basir (SB) selama kurang dari 1,5 tahun menjabat Dirut PLN:

Pertama, mengusulkan pembatalan HVDC.
HVDC ini adalah proyek yang ditetapkan oleh pemerintah di berbagai kementerian. Tidak hanya ESDM, tapi juga Bappenas, Keuangan dan bahkan tingkat Presiden/Wapres. Namun SB didukung sebagian direksi PLN ingin membatalkannya atas desakan Rini Soemarno (RS). Padahal, proyek seperti itu tidak bisa dibatalkan begitu saja oleh PLN, karena kontrak sudah ditandatangani, sebagian dana sudah dicairkan, dan lahan sudah dibebaskan.

Kemudian SB juga berbohong bahwa inisiatif pembatalan itu adalah dari direksi dan bukan dari Menteri BUMN. Padahal, tidak seluruh direksi menyetujui pembatalan tersebut. Dan nyata-nyata, ada desakan dari Rini kepada para direksi yang dipanggil untuk melakukan pembatalan. Entah kenapa, Sofyan berbohong dengan mengatakan tidak ada campur tangan dari Rini.

Kedua, mengeluarkan PLTU Sumsel dari proyek 35.000 MW.
Pembatalan HVDC juga akan berdampak pada batalnya PLTU Sumsel 8 yang sudah ditandatangani kontraknya, dan Sumsel 9a, 9b dan 10 yang akan dilelang. Sofyan berbohong dengan mengatakan bahwa pembatalan tersebut tidak masalah karena di luar program 35.000 MW. Padahal, nyata-nyata bahwa proyek tersebut adalah bagian dari 35.000 MW yang ada di dalam RUPTL 2015-2024. Bahkan, saat bertemu Jokowi di hadapan para investor tanggal 22 Desember 2015, proyek Sumsel-8 termasuk yang dipamerkan sebagai yang sudah ditandatangani kontraknya. Berani-beraninya kebohongan dilakukan terhadap sesuatu yang dipamerkan di depan Presiden.

Ketiga, membatalkan Lelang Jawa-5
PLTU Jawa-5 adalah ekspansi bagi perusahaan-perusahaan IPP yang sudah proven keberhasilannya. Jadi ini adalah lelang terbatas kepada IPP dengan track record. Namun Sofyan memerintahkan pembatalan lelang dengan alasan yang terus berubah-ubah: awalnya peserta lelang tidak memiliki pengalaman, kemudian berubah menjadi jaringan transmisi yang tidak cukup kapasitas,  dan terakhir adalah PJB sebagai anak perusahaan yang belum mendapatkan izin direksi PLN.

Semua alasan di atas nyata dibuat-buat karena adalah situasinya sudah  diketahui sejak awal, dan bukan fakta baru saat pemenang lelang tinggal diumumkan. Soal Jawa-5 dan HVDC di atas diduga adalah upaya untuk membagi-bagi proyek kepada kelompok kepentingan tertentu yang didukung oleh Rini. Oleh karena itu, keberadaan komisaris utama yang kuat mengawasi tidak disukai.

Keempat, soal Komisaris Utama (Komut) PLN
Kebohongan lainnya adalah soal Komut PLN. Saat Chandra Hamzah akan diganti sebagai Komut, Sofyan berbohong dengan mengatakan bahwa penggantian tersebut adalah kehendak Sudirman Said. Padahal, Sudirman Said sama sekali tidak diajak bicara soal pencopotan Chandra Hamzah yang merupakan tokoh anti korupsi berintegritas dan baru menjabat 8 bulan.

Kemudian saat Kuntoro menjabat Komut dan kewenangan pengawasannya dikurangi, Sofyan berbohong lagi dengan mengatakan bahwa itu adalah keinginan komisaris sebelumnya. Padahal nyata-nyata ada surat permintaan Sofyan ke Rini untuk memangkas kewenangan itu, yang disetujui oleh Rini.

Kelima, Gelap-Mata memecat Pejabat PLN
Dalam melancarkan langkah-langkah di atas, SB tak segan mencopot para pejabat PLN yang dengan professional dan integritas menjalankan tugasnya. Paling tidak dua pejabat diketahui mengalami nasib tersebut: MA (Dirut PJB) dan MIN (Kadiv Rensis). MA dicopot karena menolak saat diperintahkan supaya PJB mundur dari lelang Jawa-5, sedangkan MIN menolak saat diperintah mengeluarkan HVDC dari perencanaan sistem.

Lagi-lagi, kebohongan dilakukan dengan mengatakan bahwa itu memang sudah pensiun. Padahal MA memang telah lama masuk usia pensiun, namun sebagai direksi anak perusahaan itu tidak berlaku.

“Kebohongan membabi-buta ini menunjukkan manajemen PLN dalam bahaya. Patut diwaspadai apakah di balik ini: kesewenangan semata? Atau kepentingan yang didesakkan pemburu rente? Atau, memang didukung sebuah rezim yang ingin melanggengkan kekuasaan?” tanya Marwan.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan