Utang-utang sendiri, imbuh Wakil Ketua Komisi V Michael Wattimena, selama ini diklaim pemerintah digunakan untuk membangun proyek-proyek infrastruktur. Sehingga untuk belanja di Kementerian/Lembaga banyak yang melakukan efisiensi. Padahal dalam rangka menggenjot pertumbuhan itu, anggaran di K/L jangan banyak dipotong.

Makanya, dia juga cukup kaget dengan lahirnya Instruksi Presiden atau Inpres Nomor 4 Tahun 2017 tentang Efsiensi Belanja Barang di Kementerian/Lembaga sebesar Rp 16 triliun di 2017.

“Padahal saya berharap ada penambahan atau peningkatan anggaran, tapi ini malah sebaliknya. Yang lebih parahnya lagi, di Komisi V itu saat rapat dengan Menteri-menteri terkait, penambahan belanja Kementerian justru dibiayai dari utang luar negeri.”

Untuk itu, dia mendesak ke pemerintah agar secepatnya menyehatkan anggaran agar kondisi keuangan negara di APBN lebih kuat, sehingga tak tergantung sama utang. Makanya, sisi penerimaan negara harus tinggi sekalipun saat ini trennya cenderung menurun.

“Ini yang kami pertanyakan situasi keuangan negara itu. Karena saat ada pemotongan anggaran, orang-orang di daerah itu meradang. Makanya perlu dijelaskan, apa namanya kalau melihat kondisi keuangan negara begini, supaya kita juga mudah jelaskan ke masyarakat,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu