“Tapi kan kita tahu bahwa program transmigrasi tidak dapat berdiri sendiri, banyak hal terkait di sana, termasuk infrastruktur (perairan) yang harus diperhatikan,” terang Anton.

Kelangkaan Beras Ulah Kebijakan Pemerintah Sendiri

Hal senada juga diungkapkan Guru Besar Pertanian, Prof. Bustanul Arifin di Jakarta, beberapa waktu lalu. Bustanul menganggap jika kelangkaan beras yang menjadi dalih pemerintah untuk mengimpor beras justru disebabkan oleh kebijakan pemerintah sendiri.

Ia menilai, pemerintah belum mampu mengeluarkan kebijakan yang mengarah pada ketahanan pangan nasional. Bustanul pun menggolongkan tiga hal yang menjadi masalah pemerintah, yakni harga eceran tertinggi (HET), bantuan pangan non tunai, dan produksi.

Menurut Bustanul, HET beras premium dan medium yang ditetapkan pada Agustus 2017, merupakan kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat waktu. Penetapan HET saat itu justru membuat keberadaan beras medium langka di pasaran.

Pada Agustus 2017 silam, oemerintah menetapkan HET untuk beras medium sebesar Rp 9.450 dan beras premium senilai Rp 12.800 melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 57/2017.

“Kelangkaan karena banyak pihak yang memoles atau mengolah beras medium menjadi beras premium. Lagipula, sangat tidak masuk akal menggunakan enforcement untuk menangkap orang yang menjual di atas HET,” ujarnya.

Selain itu, terkait dengan kebijakan bantuan pangan nontunai juga sangat tidak masuk akal. Bantuan ini secara tidak langsung juga membuat peran Badan Urusan Logistik (Bulog) berkurang dalam hal menyediakan kebutuhan beras bagi masyarakat.

Akibatnya, jumlah pengadaan beras dari Bulog untuk masyarakat pun menurun lantaran lembaga ini tidak dapat menjual karena perannya digantikan voucher bantuan pangan.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby