“Jangankan pakai voucher, bantuan pangan langsung seperti beras sejahtera saja banyak sekali keluhan, seperti kualitas jelek, tidak merata, dan lainnya,” ujarnya.
Kemudian, secara produksi, menurut Bustanul, jumlahnya juga tidak terlalu banyak. Hal ini karena ada persoalan dalam hal penghitungan prediksi jumlah produksi beras yang dilakukan pemerintah. Karena itu, kata dia, pemerintah barus benar-benar bisa menghitung jumlah kekurangan dan kemungkinan yang berhasil dalam produksi beras.
“Salah satu prakondisi keputusan kebijakan impor beras 2018 ini adalah kontroversi tentang jumlah pasokan beras, yang diturunkan dari estimasi produksi yang dikeluarkan Kementerian Pertanian. Klaim tentang surplus beras sampai belasan ton setiap tahun menjadi sulit dibuktikan di lapangan, setelah harga beras terus bergerak naik, target pengadaan Bulog tidak mencapai sasaran, dan stok beras Bulog pada akhir 2017 hanya tinggal 900.000 ton,” demikian Bustanul menyimpulkan.
Pemburu Rente Impor Beras
Bahasa yang lebih sederhana dapat dicermati dalam sebuah pendapat dari mantan Menteri Koordinator Pertanian era Presiden Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli. Selain mengkritik keras rencana impor beras, ia juga mengungkapkan jika satu hal yang dapat dijadikan indikasi diadakannya impor pangan yang seakan tiada habisnya.
“Dalam sejarah politik Indonesia, uang paling mudah itu dari impor komoditas. Jadi kalau mau ‘main’ ya di gula, beras, kedelai, daging. Duitnya gampang dicolong,” ujarnya dalam suatu program stasiun televisi, pada 12 Januari 2018.
Ia menambahkan, berdasarkan pengalamannya semasa memegang Bulog dulu, kebijakan impor yang dibuat Kementerian Perdagangan hanya untuk memburu komisi, atau yang diistilahkannya sebagai ‘Rent Seeker’.
Rizal mengungkapkan, pada saat ia memimpin Bulog, Kementerian Perdagangan cenderung hanya menginginkan impor lantaran mendapatkan komisi yang berkisar 20-30 dollar AS per ton. Transaksi dan akun bank yang dipakai pun berada di luar negeri.
“”Pengalaman kami dulu, ada pejabat tinggi, sebelum kami jadi kepala Bulog, dia mau impor dua juta ton, dapat untung gede. Makanya saya heran dengan Kementerian Perdagangan ini bisanya impor saja,” beber Kepala Bulog 2000-2001 ini.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby