“Bikin sawah saja tanpa ada irigasinya itu juga akan sulit. Walaupun bisa dengan padi Gogo, tapi padi jenis ini juga tetap perlu air,” ungkap Anton.

Presiden Jokowi sendiri memang menjanjikan adanya ekstensifikasi lahan semasa kampanye dalam Pilpres edisi lalu. Lahan yang dijanjikan Jokowi pun tidak sedikit, yakni mencapai 3 juta hektar.

Meskipun telah menjadi program pemerintah, hingga kini program ekstensifikasi lahan tak terdengar rimbanya.

Selain itu, Anton juga menilai program ini sebagai program yang sarat akan kelemahan. Ia mengungkapkan, beras impor tidak akan pernah hilang dari bumi Indonesia selama pemerintah menjalankan program perluasan lahan yang sekarang.

Pasalnya, jelas Anton, program perluasan lahan pemerintah hanya bersifat parsial, alias setengah-setengah. Ia menuding, program ekstensifikasi lahan hanya fokus pada satu sisi saja, yaitu perluasan lahan itu sendiri, tanpa memperhatikan hal-hal lainnya.

“Saya melihatnya (program pemerintah) kurang holistik, hanya melihat dari satu sisi, perluasan lahan saja. Itu tidak cukup karena harus dibarengi dengan orangnya, keberlanjutannya gimana,” jelas pria yang memiliki hobi naik gunung ini.

Anton pun merujuk program transmigrasi era Presiden Soeharto dulu. Selain pemerataan jumlah penduduk, transmigrasi dinilai Anton memiliki misi terselubung, yaitu ekstensikasi lahan pertanian.

Hal ini terindikasi jelas dengan adanya pemberian lahan seluas dua hektar yang sebagian besar berhasil dijadikan persawahan. Anton menambahkan, seharusnya pemerintah Jokowi-JK dapat meniru, atau setidaknya mengadopsi langkah tersebut.

“Kalau mau bikin program ekstensifikasi itu harus dibarengi dengan program transmigrasi, jadi ada orangnya yang mengurus sawah itu. Harus holistik,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby