Jakarta, Aktual.com – Kejaksaan Agung tengah menyidik perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam impor besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya tahun 2016 sampai dengan 2021 melibatkan enam perusahaan importir.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah mengatakan pihaknya mendalami modus dugaan tindak pidana korupsi tersebut, termasuk spesifikasi besi atau baja yang diimpor apakah sudah sesuai dengan kewajiban yang tertera dalam dokumen yang digunakan oleh importir.

“Yang diperdalam pertama modus, apakah hanya dengan surat penjelasan (Sujel) itu, atau ada yang lain. Kan ada beberapa nanti dilihat, kemudian kewajiban-kewajiban dia (importir) apakah sesuai dengan jenis yang masuk, jadi ada beberapa yang dilihat,” tutur Febrie, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (23/3).

Menurut Febrie, pihaknya mengumpulkan data-data guna menelusuri berapa besar impor besi atau baja di Indonesia, dan melihat apakah dokumen-dokumen dan proses impor yang dilakukan sudah benar.

“Salah satu yang dicurigai modus-nya itu. Tentu tidak saja modus, tapi kami juga melihat apakah kewajiban-kewajiban ini sesuai spesifikasi betul yang di dokumen,” ujarnya.

Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah menaikkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan umum. Peningkatan status tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: B- 15/F.2/Fd.2/03/2022 tanggal 16 Maret 2022.

Namun, Kejaksaan Agung baru mengumumkan peningkatan status penanganan perkara korupsi impor baja secara resmi pada Selasa (22/3).

“Penanganan perkara impor besi atau baja sudah naik tahap penyidikan tanggal 16 Maret 2022, tapi karena kami mengamankan proses hukum berikutnya berupa penggeledahan dan penyitaan, maka baru kami umumkan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.

Penggeledahan dan penyitaan tersebut, dilakukan Selasa (22/3) di lima lokasi di Jakarta, di antaranya di Data Center pada Pusat Data dan Sistem Informasi (PDSI), Sekretariat Jenderal Kementerian Perdagangan RI. Di lokasi tersebut disita berupa barang bukti elektronik satu unit flashdisk berisi 27 file rekap surat penjelasan enam importir dan rekap surat penjelasan bidang aneka tambang industri.

Lokasi kedua di Direktorat Impor Kementerian Perdagangan, disita barang bukti elektronik berupa PC, laptop dan ponsel. Kemudian dokumen surat penjelasan dan Persetujuan Impor (PI) terkait impor besi baja, serta uang Rp63.350.000.

Penggeledahan berikutnya di Kantor PT Intisumber Bajaksakti beralamat di Kelurahan Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, disita berupa dokumen BC 2.0 terkiat Pemberitahuan Impor Barang (PIB) besi baja.

Lokasi selanjutnya di PT Bangun Era Sejahtera yang beralamat di Kota Tangerang, Banten, disita berupa dokumen BC 2.0 terkait PIB besi baja, dokumen faktur penjualan tahun 2017,2018, 2019 dan 2020 termasuk dokumen daftar rekening PT Bangun Era Sejahtera.

Lalu penggeledahan lokasi kelima di PT Perwira Adhitama Sejati yang terletak di Pluit, Jakarta Utara, disita berupa barang bukti elektronik dua buah hardisk eksternal, dokumen BC 2.0 terkait PIB besi baja, dokumen laporan keuangan, dokumen angka pengenal impor umum dan dokumen izin usaha industri.

Ketut menjelaskan posisi singkat perkara ini sejak tahun 2016 sampai dengan 2021 ada enam perusahaan pengimpor besi atau baja, baja panduan dan produk turunannya menggunakan Sujel atau perjanjian impor tanpa PI dan LS yang diterbitkan oleh Direktorat Impor Kementerian Perdagangan.

Sujel tersebut diterbitkan atas dasar permohonan importir dengan alasan untuk digunakan dalam rangka pengadaan material konstruksi proyek pembangunan jalan dan jembatan dengan dalih ada perjanjian kerja sama dengan empat BUMN.

Keempat BUMN tersebut, yakni PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Nindya Karya dan PT Pertamina Gas (Pertagas).

“Setelah dilakukan klarifikasi, keempat BUMN tersebut ternyata tidak pernah melakukan kerja sama pengadaan material proyek baik berupa besi atau baja dengan enam importir tersebut,” papar Ketut.

Diduga enam importir tersebut juga melakukan impor baja paduan dengan menggunakan Sujel l tanggal 26 Mei 2020 dengan alasan untuk keperluan proyek pembangunan jalan dan jembatan, padahal dalam kenyataannya proyek jalan dan jembatan yang dimaksud sudah selesai dibangun pada tahun 2018.

“jadi dia (importir) mengaku-mengaku ini padahal proyeknya sendiri sudah selesai,” ucapnya.

Dari hasil penyelidikan dan kini naik ke penyidikan, kata Ketut, telah ditemukan adanya indikasi penyimpangan penggunaan Sujel terkait pengecualian perizinan importasi besi atau baja, baja paduan dan produk turunannya yang dilakukan oleh enam importir tersebut.

Keenam importir tersebut, yaitu PT Jaya Arya Kemuning; PT Duta Sari Sejahtera; PT Intisumber Bajasakti; PT Prasasti Metal Utama; PT Bangun Era Sejahtera; dan PT Perwira Adhitama.

Berdasarkan hal tersebut, importir terindikasi melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 juhcto Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Jadi enam perusahaan melakukan impor tidak sesuai dengan peruntukannya dan ternyata memang tidak pernah melakukan perjanjian kerja sama dengan empat BUMN,” ujar Ketut.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: As'ad Syamsul Abidin