Jakarta, Aktual.com Kajati Kepri Hari Setiyono dilaporkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jaksa Agung RI ST Burhanuddin. Laporan terhadap Hari Setiyono dilakukan oleh kuasa hukum Usman alias Abi dan Umar, Senin (7/6/2021), dalam sebuah surat terbuka.

Diketahui, melalui media massa (3/6/2021), Kajati Kepri Hari Setiyono membantah penetapan P-21 atas berkas perkara atas nama Usman dan Umar produk praktek mafia hukum. “Semua proses sudah sesuai dengan prosedur SOP,” kata Hari.

Namun Nasib Siahaan menolak keras bila penetapan P-21 atas berkas perkara kliennya Usman dan Umar telah sesuai prosedur. Karena Nasib menduga seluruh prosedur dilanggar. Pada 23 Oktober 2020 misalnya,  dilakukan ekspose di ruang Vicon Kejati Kepri, hasil sidik antara 5 penyidik Polda Kepri dan 5 orang jaksa Kejati Kepri, memaparkan hasil penyidikan atas dasar P-19 bulan Juni 2019, dengan petunjuk agar penyidik mendalami legal standing kepemilikan, memeriksa ahli taksasi harga dan memeriksa saksi ahli pidana dan perdata.

Dalam berita acara hasil ekspose itu menyatakan, unsur tindak pidana berdasarkan rumusan pasal 480 KUHP yang disangkakan kepada Usman dan Umar tidak terpenuhi. Sehingga pada 25 Februari 2021, Aspidum Kejati Kepri Edi Utama mengembalikan kepada penyidik SPDP No: SPDP/22a/XII/2020/Dirreskrimum tanggal 21 Desember 2020 atas nama Usman dan Umar.

Pada tanggal 28 April 2021 berkas perkara Usman dan Umar belum memiliki syarat formil dan materil, dinyatakan hasil penyidikan belum lengkap (P-18). Ahli hukum perdata Dr Yudhi Priyo Amboro dari Universitas Internasional Batam kepada penyidik dalam perkara atas nama tersangka Usman dan Umar, berpendapat legal standing kepemilikan bukan pada pelapor yakni Kasidi, karena barang scrap yang dijual oleh Dedy Supriadi kepada Sunardi kemudian dijual lagi kepada Usman dan Umar belum dilakukan serah terima dari Jasib Shipyard kepada PT Karya Sumber Daya, perusahaan milik Ahok.

Berdasarkan keterangan ahli hukum pidana yakni Prof Maidin Gultom menyatakan unsur pidana sebagaimana rumusan pasal 480 KUHP dalam perkara atas nama tersangka Usman dan Umar  tidak terpenuhi. “Akan tetapi ajaibnya, BAP ahli hukum perdata dan hukum pidana lenyap dalam berkas perkara atas nama Usman alias Abi dan Umar pada saat pengiriman berkas terakhir ke Kejati Kepri akhir April 202,” kata Nasib dalam keterangannya, Senin (7/6/2021).

Menurut Nasib pada 5 Mei 2021, tanpa pernah ada pengembalian berkas perkara (P 19), tiba-tiba berkas perkara atas nama tersangka Usman dan Umar dinyatakan P-21 berdasarkan pemberitahuan Wakil Kejati Kepri Patris Yusrian Jaya kepada Kapolda Kepri nomor: B-435/L.10.1/Eoh.1/5/2021, dengan diwarnai ada dugaan manipulasi tanggal pembuatan rendak dan chek list oleh JPU Raymund Hasdianto Sihotang tanggal pembuatan rendak dan chek list oleh JPU P 16 sebenarnya adalah tanggal 17 Mei 2021.

Namun, Nasib menduga, oleh JPU Raymund Hasdianto Sihotang tanggal 17 Mei 2021 tersebut  dicoret dan diganti menjadi tanggal 5 Mei 2021. Setelah maladministrasi dalam penetapan P-21 dalam berkas perkara atas nama Usman dan Umar riuh dipersoalkan, dengan menyatakan JPU telah melakukan koordinasi melalui Vicon dengan penyidik, setelah P-21.

Nasib pun mempertanyakan, untuk apa lagi koordinasi dengan penyidik dilakukan setelah berkas perkara sudah dinyatakan P-21? Kajati Kepri memakai argumen tersangka Usman dan Umar sudah mendapat surat somasi dari kuasa hukum Kasidi pada tanggal 27 April 2019.

Padahal selain tidak pernah diterima oleh Usman dan Umar, surat somasi yang dilayangkan kuasa hukum Ahok tidak dapat dipakai sebagai bukti petunjuk, karena dikeluarkan pada tanggal 27 April 2019.

Karena, besi tua scrap crane noel seberat  58.490 kilo gram berdasarkan bukti gate pass, ditransaksikan dan dikeluarkan dari Gudang PT Ecogreen Oleochemicals pada tanggal 26 April 2019.

“Dalam konteks perkara atas nama tersangka Usman dan Umar ini pihak JPU telah merangkai kebohongan yang dilakukan yang antara pelbagai kebohongan itu, terdapat hubungan sedemikian rupa, dan kebohongan yang satu, melengkapi kebohongan yang lain, sehingga secara timbal balik, menimbulkan sutau gambaran palsu, seolah-olah merupakan suatu kebenaran,” tukas Nasib lagi.

Jadi Sorotan

Penanganan kasus hukum di Kejati Kepri belakangan mendapat sorotan pers nasional. Usman dan Umar yang bukan pihak yang menjadi subjek dalam laporan polisi nomor: LP-B/34/V/2019/SPKT-Kepri tanggal 2 Mei 2019, namun ditetapkan sebagai tersangka, dengan dikenakan dugaan tindak pidana pertolongan jahat penadahan sebagaimana yang dimaksud pasal 480 KUHP atas petunjuk P-19 JPU, nomor: B-74/K.10.4/Eoh.1/01/2020 tanggal 20 Januari 2020, berlandaskan adanya putusan nomor: 170/Pid.B/2020/PN.Btm tertanggal 18 Mei 2020 jo putusan pengadilan tinggi Pekan Baru nomor: 334/PID.B/2020/PT. PBR tertanggal 14 Juli 2020, yang telah berkekuatan hukum tetap atas nama terdakwa Dedy Supriadi, Dwi Buddy Sentosa dan Saw Tun alias Alamsyah, yang juga produk hukum.

“Tidak semua orang yang membeli barang hasil “kejahatan” dapat dikatakan penadah. Haruslah dibuktikan terlebih dahulu apakah orang tersebut memenuhi unsur-unsur dasar untuk dapat dikatakan sebagai seorang penadah. Sesungguhnya sifat “asal dari kejahatan” yang melekat pada suatu barang dapat hilang apabila barang tersebut telah diterima oleh pembeli yang beritikad baik,” ujar ahli pidana Prof Maidin Gultom.

Menurutnya, Usman dan Umar tidak dapat dikualifikasikan telah membeli barang besi tua dari hasil suatu kejahatan atau barang gelap. Selain tidak memiliki mens rea dan  tidak mengetahui barang yang dibeli besi scrap crane noel seberat 58.490 kilo gram berasal dari kejahatan. Sejatinya memang barang yang dibeli Usman dan Umar dari Sunardi dan Sunardi membeli dari terdakwa Dedy Supriadi/Saw Tun alias Aliansyah, bukan hasil kejahatan. Usman dan Umar mendapat penawaran resmi melalui surat dari seorang yang sehari-hari berprofesi sebagai pedagang besi tua bernama  Sunardi, Direktur PT Royal Standar Utama pada tanggal 24 April 2019.

Berdasarkan surat perjanjian jual beli scrap, Usman dan Umar membayar dengan harga Rp 4500 per kilo gram. Harga wajar scrap di pasaran pada saat itu Rp 4300 – per kilo gram. Dalam katalog yurisprudensi tersebut mencontohkan putusan nomor 770 K/Pid/2014 (Abdul Bahar, Moch Ismael, dan Mulyono) dan nomor 607 K/Pid/2015 (Srihardono) dimana terdakwa dalam  putusan-putusan tersebut membeli barang dengan harga, yang sama dengan harga pasar dan standar, sehingga barang tersebut tidak patut diduga berasal dari tindak pidana dan terdakwa tidak terbukti melakukan penadahan.

Pada tanggal 23 Mei 2019, kata Nasib, Kasidi mengklaim kepada Mohammad Jasa bin Abdullah atas permasalahan besi scrap 125 ton besi dan 60 ton tembaga. Terhadap klaim kerugian dari Kasidi tersebut sebenarnya telah diselesaikan oleh Mohammad Jasa dengan cara mengurangi jumlah hutang Kasidi kepada Mohammad Jasa berdasarkan bukti berupa surat kesepakatan bersama tentang sisa pembayaran penjualan besi scrap impsa 4 unit crane container tanggal 24 Mei 2019. Artinya diantara keduanya sudah tidak ada persoalan lagi. Bukti ini telah diserahkan kepada penyidik, namun oleh penyidik dihilangkan dari berkas perkara.

Nasib melanjutkan pada tanggal 2 Juni 2021 pukul 13.00 WIB, berlangsung ekspos perkara atas nama tersangka Usman dan Umar, melalui vicon yang dipimpin oleh jaksa agung muda tindak pidana umum Fadil  Zumhana. Dalam vicon itu, lanjut dia, Kajati Kepri Hary Setiyono hanya melibatkan jaksa Raymund Hasdianto Sihotang, Kasie Oharda Kejati Kepri, yang justeru merupakan jaksa yang menjadi terlapor sebagai pelaku mafia hukum. Anehnya, Jaksa P-16 lain untuk perkara atas nama tersangka Usman dan Umar bernama Ali Lubis dan Anthoni Indra Simamora malah tidak dilibatkan.

Pada saat vicon dengan jaksa agung muda tindak pidana Umum Fadil Zumhana, Kajati Kepri Hary Setiyono diduga sengaja tidak melibatkan jaksa Ali Rasab Lubis dan Jaksa Anthoni Indra Simamora, Kasie Kamnegtibum dan TPUL Kejati Kepri, para Jaksa P-16 dalam perkara Usman dan Umar, diduga dengan maksud agar rekayasa perkara dan praktek mafia hukum tidak terbongkar atau dapat disembunyikan di hadapan jaksa agung muda tidak pidana umum Fadil Zumhana.

“Jaksa Ali Rasab Lubis sengaja tidak dilibatkan meskipun saat vicon tengah berada di kantor. Sedangkan jaksa Anthoni Indra Simamora menjelang vicon diperintahkan Kajati Kepri Hary Setiyono pergi ke Batam untuk sebuah urusan yang tidak terlalu penting. Pertanyaan besarnya, bila P-21 sudah sesuai prosedur mengapa Kajati Kepri takut melibatkan kedua jaksa P-16 ini dalam vicon?” ujarnya.

Padahal Kajati Kepri Hary Setiyono telah mengetahui Jaksa Raymund Hasdianto Sihotang sebagaimana ramai diberitakan di media (6/6/2021) memiliki catatan pernah melanggar SOP dan diperiksa secara internal yang mana hasil pemeriksaannya diserahkan Jampidum kepada Jamwas Kejagung RI. Berdasarkan fakta tersebut Kajati Kepri Hary Setiyono selaku pimpinan seharusnya menggolongkan jaksa Raymund Hasdianto Sihotang sebagai jaksa yang perlu diawasi serta dibina, dan bukannya diberi kesempatan dalam vicon untuk menjelaskan kepada jaksa agung muda tindak pidana umum Fadil Zumhana tentang duduk perkara atas nama tersangka Usman dan Umar.

“Hal ini tidaklah elok, terlebih-lebih status Jaksa Raymund Hasdianto Sihotang, SH sebagai jaksa yang ikut dilaporkan sebagai mafia hukum. Ini bentuk pengelabuan oleh Kajati Kepri kepada Jampidum,” tukas Nasib.

Seperti diketahui, jaksa Raymund Hasdianto Sihotang Kasie Oharda Kejati Kepri dilaporkan telah memanipulasi tanggal pembuatan rendak dan cek list dalam berkas perkara atas nama Usman dan Umar, yang dibuat oleh Ali Rasab Lubis, Kasubag perencanaan Kejati Kepri. Tanggal rendak dan chek list sebenarnya dibuat jaksa Ali Rasab Lubis, tanggal 17 Mei 2021, namun oleh Jaksa Raymund Hasdianto Sihotang diduga dirubah menjadi tanggal 5 Mei 2021, dengan maksud agar sesuai dengan tanggal penerbitan P-21 berkas perkara atas nama tersangka Usman dan Umar.

“Kami minta Kajati Kepri Hary Setiyono dan anak buahnya Raymund Hasdianto Sihotang, SH segera diperiksa Jamwas dan harus dicopot terlebih dahulu selama menjalani pemeriksaan,” ujar Nasib.

Bantah

Sebelumnya Kepala Kejaksaan Tinggi Kepri Hari Setiyono kepada wartawan membantah adanya praktik mafia hukum di lingkungan Kejati Kepri. Hari menyebut, sangat menghormati setiap orang pencari keadilan untuk memperjuangkan nasibnya, dengan cara yang prosedural menurut hukum sehingga dapat dijadikan pembelajaran positif bagi masyarakat.

Namun, menurut dia, penanganan perkara tindak pidana penadahan dalam berkas perkara atas nama tersangka Usman dan Umar dan berkas perkara tindak pidana penadahan atas nama tersangka Sunardi alias Nardi, sudah melalui mekanisme penanganan perkara sesuai Standar Operasional Prosedur, penanganan perkara tindak pidana umum yakni penelitian berkas perkara, memberi petunjuk kepada penyidik, ekspose bersama penanganan perkara yang menyimpulkan berkas perkara telah memenuhi syarat formil dan materil hingga diterbikan P-21 tanggal 5 Mei 2021 dengan surat nomor: B-435/L.10.1/Eoh.1/5/2021;

Bahwa para tersangka tersebut disangkakan melanggar pasal 480 ke-1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau pasal 480 ke-2 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang ada kaitannya dengan perkara tindak pidana pencurian dengan pemberatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 363 ayat (1) ke 4 KUHP yang berdasarkan putusan pengadilan Negeri Batam nomor: 170/Pid.B/ 2020/PN Btm tanggal 20 Mei 2020 dan diperkuat oleh putusan pengadilan tinggi Pekanbaru nomor: 34/Pid.Sus/2020/PT PBR tanggal 23 Juli 2020 bahwa terpidana Dedy Supriadi alias Dedy Bin Abas, terpidana Dwi Buddy Susanto alias Dwi alias Buddy dan terpidana Saw Tun alias Alamsah alias Alam Bin MZ Husein telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana “pencurian dalam keadaan memberatkan” sebagaimana Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP atas barang berupa “besi scrap crane noel”, yang sebagian atau seluruhnya merupakan milik Kasidi atau setidaknya milik orang lain.

Para terpidana dalam perkara pidana “pencurian dalam keadaan memberatkan” tidak pernah melakukan upaya hukum dan menerima putusan pengadilan tersebut sehingga adanya tuduhan praktek mafia hukum di Kepulauan Riau dalam penanganan perkara sebagaimana diberitakan media massa adalah tidak benar.

Berdasarkan berkas perkara yang didukung alat bukti, baik dari saki-saksi, surat, ahli dan keterangan tersangka yang didukung dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum pasti, barang berupa “besi scrap crane noel” yang sebagian atau seluruhnya merupakan milik orang lain atau milik Kasidi tersebut meskipun sudah diberitahu oleh Kaaidi secara langsung ataupun dengan cara memberikan surat pemberitahuan melalui pengacaranya yaitu Minggu Sumarsono akan tetapi para tersangka tersebut tetap mengangkut barang tersebut dan membeli dari para terpidana Dedy Supriyadi, terpidana Dwi dan terpidana Saw Tun alias Alam dan para tersangka memperoleh keuntungan atas hal tersebut dengan menjual lagi ke Jakarta.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu