Selain kandidat dari internal koalisi, maka untuk mencapai target “menang”, dan bukan sekedar “ikut” pilpres tadi, Gerindra, PKS, PAN, serta Demokrat, dia mengira juga perlu melihat potensi kemenangan yang lebih terbuka jika cawapres Prabowo berasal dari luar luar parpol tersebut.
Nama Anies Baswedan, dia pun menganggap cukup menjanjikan untuk bisa menambah suara Prabowo. Perlu diingat, sebelum penetapan nama capres-cawapres pada Pilpres 2014, nama Anies Baswedan bertengger di posisi ketiga sebagai tokoh yang paling dinginkan masyarakat menjadi capres.
Saat itu nama Anies yang kadang bertukar tempat dengan Mahfud MD untuk posisi ketiga dan keempat, persis berada dibawah nama Jokowi dan Prabowo. Artinya, sejak 2014 pun nama Anies sebetulnya sudah menguat. Apalagi jika ditambahkan dengan popularitas yang diraihnya pascamenang di Pilkada Jakarta. Nama Anies semakin dikenal dan mendapat perhatian yang lebih luas lagi dari masyarakat Indonesia.
“Jika dipersandingkan antara Prabowo-Aher, Prabowo-Zulhas, atau Prabowo-AHY, saya cenderung memprediksi pasangan Prabowo-Anies lebih berpeluang mendulang suara lebih banyak,” kata dia.
Selain daripada itu, sebagai mantan ‘orang dalam’ Jokowi di Pilpres 2014, Anies paham benar seluk-beluk dan strategi Jokowi dan parpol pendukungnya. Dengan bekalnya itu dia dapat merumuskan strategi yang lebih jitu untuk mengalahkan Jokowi di Pilpres 2019 nanti.
Tetapi untuk menunjuk Anies sebagai pendamping Prabowo memang tidak mudah. Parpol koalisi Gerindra tentu tidak mudah setuju. Lagi-lagi ini terkait dengan faktor ‘presidential effect’ yang diuraikan di atas. “Jadi semua berpulang pada Gerindra, PKS, PAN dan Demokrat. Mereka sekedar mau “ikut” pilpres atau mau “menang” pilpres?” kata dia.
(Wisnu)
[pdfjs-viewer url=”http%3A%2F%2Fwww.aktual.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F07%2FFanzine-210718_Kejutan-Koalisi-Demokrat-Gerindra-di-Pilpres-2019.pdf” viewer_width=100% viewer_height=1360px fullscreen=true download=true print=true]