Stok BBM langka. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan saat berkunjung ke Padang pada Rabu (22/11/2023), melihat langsung kelangkaan BBM subsidi. Dia pun mengaku penyebabnya karena distribusi yang tidak merata di beberapa tempat.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, Kamis (23/11/2023) saat dihubungi dari Jakarta menilai kelangkaan Pertalite dan Biosolar semestinya tidak perlu terjadi, jika digitalisasi SPBU yang dirancang dan dibangun sejak tahun 2018 oleh Pertamina atas penugasan Pemerintah berjalan sebagaimana mestinya.

Apalagi proyek digitalisasi terhadap 5.518 SPBU seluruh Indonesia ini menggunakan dana investasi bernilai Rp3,6 triliun dari PT Telkom Indonesia. Adapun kompensasi yang diberikan Pertamina wajib membayar ke Telkom setiap liter BBM sebesar Rp15,25 selama 5 tahun dari SPBU terdigitalisasi.

“Tujuan proyek ini untuk mengendalikan subsidi dan kompensasi Pemerintah untuk BBM berupa Pertalite (JBKP) dan Biosolar (JBT) secara real time,” ungkap Yusri.

Untuk tahun 2023 saja, kata Yusri, subsidi dan kompensasi BBM yang diberikan pemerintah lewat APBN mencapai Rp339,6 triliun. Namun anehnya, digitalisai berbiaya besar ini patut diduga telah gagal, lantaran sejak Maret 2023 Pertamina Patra Niaga membuat kebijakan digitalisasi tahap II dengan beban biaya ditanggung pemilik SPBU, yang harus selesai pada Juli 2023.

“Digitalisasi tahap II ini mengunakan software dan hardware FCC (Four Cour Controler) enabler dari perusahaan dari Selandia Baru berinisial ITL. Kami mendapat informasi program ini kental terjadi praktrek kartel, sebab ITL hanya menunjuk 3 perusahaan dan memasang harga tidak wajar kepada pemilik SPBU, terkesan seperti pemerasan terselubung,” ungkap Yusri.

Kemudian lanjut Yusri, kecurigaan BPH Migas atas proyek digitalasi ini sebenarnya sudah terjadi sehingga berbuah surat BPH Migas ke KPK pada 29 Mei 2020 untuk melakukan audit teknologi. Namun sayangnya sampai saat ini belum ada sikap KPK begitupun hasilnya.

Yusri mengatakan pihaknya secara resmi sejak 17 November 2023 telah meminta klarifikasi dan informasi ke Direksi Pertamina Patra Niaga dengan tembusan ke Dewan Direksi dan Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) holding.

Tanggapan Pertamina Patra Niaga

Pertamina Patra Niaga melalui Sekretaris Perusahaan, Irto Petrus Ginting memberikan jawaban pada Kamis (23/11/2023) sore mengenai hal tersebut.

“Menanggapi Surat Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) No.63/EX/CERI/XI/2023 tanggal 17 November 2023 perihal Mohon Informasi dan Konfirmasi Dugaan Praktek Kartel Digitalisasi SPBU Fase 2 dan Fase 3, dengan ini kami sampaikan beberapa tanggapan sebagai berikut,” bunyi surat resmi Pertamina Patra Niaga.

Pertama kata Irto, untuk menjamin proses integrasi ke sisteman digital dengan sistem Digitalisasi Tahap I yang telah dibangun dan dipasang sebelumnya, Pertamina Patra Niaga mendorong pelaksanaan percepatan Digitalisasi Tahap II untuk menggunakan perangkat yang compatible dengan sistem tersebut.

Kedua lanjut Irto, salah satu perangkat digitalisasi yang dibutuhkan adalah Four Court Controller (FCC), dan FCC yang compatible dengan sistem Digitalisasi Tahap I adalah FCC yang diproduksi oleh Perusahaan ITL

Terakhir terang Irto, untuk Digitalisasi tahap II ini, perangkat FCC menjadi kebutuhan wajib bagi SPBU jika akan menyalurkan BBM Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), oleh karena itu proses pembelian dilakukan sendiri oleh pihak SPBU kepada distributor resmi yang ditunjuk ITL.

“Demikian kami sampaikan. Melalui surat ini kami sampaikan apresiasi kepada Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) karena telah mendukung berjalannya proses Good Corporate Governance (GCG) perusahaan dengan turut serta melakukan monitoring dalam Program Digitalisasi SPBU,” tutup surat resmi tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan