Nusa Dua, Aktual.com – ‎Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Sugihardjo, menyatakan ojek dalam peraturan perundang-undangan tidak termasuk dalam angkutan umum. Ada tiga alasan ojek tidak masuk angkutan umum dalam undang-undang.

“Pertama karena faktor ruang yang tak efisien, selain itu juga berbiaya mahal dan terkait faktor keamanan. 70 persen kecelakaan lalu lintas melibatkan kendaraan bermotor,” ucapnya di Nusa Dua, Bali, Kamis (6/4).‎

Secara pribadi Sugihardjo tidak sependapat jika ojek online diatur dalam undang-undang. Namun bukan berarti ojek dibiarkan, mereka tetap perlu diatur. Yakni oleh masing-masing daerah. Ia mencontohkan bagaimana andong/dokar di Yogyakarta tidak masuk dalam UU namun diatur oleh Pemda setempat.

“Pengaturannya itu harus kepada local wisdom. Jadi Pemda bersama Dishub dan polisi yang mengatur,” sarannya.

Dalam hal ojek online, lanjut dia, pengaturan misal menyangkut wilayah operasi, data driver/pengemudi dan dari perusahaan mana. Semuanya bisa diakomodir masing-masing daerah. Pengaturan demikian bukan berarti memindahkan masalah ke wilayah.

“Wilayah kan punya tanggung jawab masing-masing dan karakteristiknya berbeda-beda. Apa mau diatur nasional. Misalnya kalau di Yogyakarta ada dokar terus di Jakarta juga harus ada dokar. Kan tidak, karena kebutuhan wilayahnya berbeda-beda,” terangnya.

Kehadiran ojek, tambah Sugihardjo, merupakan fakta jika angkutan massal belum menjangkau seluruh wilayah. Jikapun menjangkau, jam operasionalnya terbatas. Itulah yang menyebabkan timbulnya jasa angkutan roda dua.

“Jadi dia (ojek) sifatnya complaiment, mengisi pelayanan angkutan umum. Tapi kalau jumlahnya sudah berlebihan kan bukan lagi complaiment. Justru dia sudah menjadi kompetitor terhadap angkutan umum,” urainya.

Atas kondisi tersebut, ia menilai ada hal mendesak yang harus dilakukan pemerintah. Hal itu yakni pemerintah wajib meningkatkan pelayanan angkutan umum baik dari sisi jangkauan wilayah, kualitas layanan, termasuk jam operasionalnya.

“Orang naik taksi atau sewa online itu kan karena tidak ada pilihan. Kalau ada pilihan tidak mungkin karena biayanya mahal. Kalau naik ojek panas kepanasan, hujan kehujanan. Makanya, angkutan umumnya kita perbaiki. Sambil menunggu itu, ini kita tata dengan local wisdom,” pungkasnya.

(Bobby Andalan)

Artikel ini ditulis oleh: