Sejak itulah, Kampung Long Sa’an seperti hanya tertinggal dalam kenangan. Dalam bayang-bayang samar ingatan sebagian penduduknya, yang sesekali dijangkiti kerinduan pada kampung kelahiran.

Long Sa’an: The Journey Back Semua kerinduan dengan kampung di tengah belantara ini dapat terobati melalui kehadiran film “Long Sa’an: The Journey Back” yang disutradarai Erick EST.

Film berdurasi sekitar 60 menit ini mengajak untuk bernostalgia kembali pada kampung yang telah ditinggalkan lebih dari 40 tahun silam.

“Tokoh utama film ini adalah Philius. Seorang tokoh yang memendam kerinduan pada tanah kelahirannya Long Sa’an,” ujar sutradara muda Erick EST dalam Dialog Kebangsaan bertema “Kemerdekaan di Mata Generasi Muda”, di Denpasar.

Ya, Philius rindu bermain, berburu dan mandi di kali bersama kawan-kawan masa kecilnya, yakni Djulung, Asang dan Ekent.

Namun apa daya, kondisi topografi daerah yang terpencil, terisolasi dan terkepung hutan rimba, membuat keinginan untuk hidup kembali di Long Sa’an belum terkabulkan.

Jika penduduk belahan lain di Indonesia sudah tersentuh akses jalan raya, transportasi memadai, listrik dan pendidikan, maka keadaan di Long Sa’an masih sama seperti dulu kala. Masih sama, seperti ketika ditinggalkan pada tahun 1968.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby