Jakarta, Aktual.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyoroti terdapat beberapa kerawanan pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia pada 10 Maret 2024.
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty menyampaikan kerawanan tersebut yakni mengenai pemungutan suara, surat suara atau logistik pemilihan umum (pemilu), serta kerawanan pemilih, saksi, dan/atau penyelenggara.
“Pengawas pemilu melakukan pengawasan melekat untuk memastikan PSU sesuai dengan ketentuan, baik prosedur, ketersediaan logistik, akurasi data, dan ketentuan khusus mengenai prosedur PSU,” ucap Lolly dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (9/3).
Selain itu, tambah Lolly, pengawas pemilu juga berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI secara intensif untuk mengatasi potensi kerawanan sejak dini dan turut mensosialisasikan PSU kepada WNI di Kuala Lumpur, baik secara luring maupun daring.
Langkah-langkah ini bertujuan agar para pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) PSU Kuala Lumpur dapat menggunakan hak pilih mereka di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) atau Kotak Suara Keliling (KSK).
“Semua strategi tersebut dilakukan agar PSU berjalan lancar, sesuai prosedur, dan partisipasi masyarakat dapat tetap terjaga,” ujarnya menegaskan.
Lolly menjelaskan bahwa kerawanan waktu pemungutan surat suara, terdapat potensi pembukaan pemungutan suara dimulai lebih dari pukul 08.00 waktu setempat, penutupan pemungutan suara tidak sesuai dengan waktu yang ditentukan (sebelum pukul 18.00 waktu setempat), dan/atau pembukaan Daftar Pemilih Khusus Luar Negeri (DPKLN) dilakukan lebih awal dari yang seharusnya, yaitu satu jam sebelum pemungutan suara selesai.
Kemudian, terkait dengan kerawanan surat suara atau logistik pemilu, Lolly menyebut beberapa potensi masalah, termasuk ketidaksesuaian jumlah surat suara yang tersedia (Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri/DPTLN melebihi 2 persen per TPSLN atau KSK), Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) tidak menandatangani surat suara, DPTLN tidak terpasang di sekitar TPSLN atau KSK, kotak suara dibuka sebelum proses penghitungan, dan/atau alat bantu disabilitas netra (braille template) tidak tersedia.
Dia juga menyebutkan bahwa terdapat potensi kerawanan pada pihak pemilih, saksi, dan/atau penyelenggara. Pada sisi pemilih, ada kemungkinan bahwa pemilih tidak terdaftar dalam DPTLN PSU tetapi memilih di TPSLN atau KSK, pemilih yang terdaftar dalam DPTLN tidak membawa dokumen kependudukan yang diperlukan (KTP, paspor, atau Surat Laksana Perjalanan Dinas), dan pemilih menggunakan hak pilihnya lebih dari satu kali (baik dalam negeri maupun luar negeri, di dalam atau di luar wilayah Kuala Lumpur, serta di TPSLN atau KSK Kuala Lumpur).
Dari sisi saksi, Lolly menyatakan bahwa terdapat kerawanan di antaranya potensi saksi menggunakan atribut peserta pemilu. Sedangkan dalam hal penyelenggara, di antaranya potensi KPPSLN tidak mencatatkan peristiwa khusus pada formulir kejadian khusus, merusak surat suara yang telah digunakan oleh pemilih, dan/atau mencoblos sisa surat suara (kelebihan surat suara).
Sementara pada sisi manajemen penyelenggaraan, di antaranya terdapat potensi gangguan ketertiban akibat pengaturan nomor antrian tidak sesuai dengan nomor kedatangan atau adanya penumpukan DPK yang selesai mengantri namun menunggu masuk ke TPSLN satu jam sebelum pemungutan suara ditutup.
Adapun Pemilu RI ulang di Kuala Lumpur disebabkan oleh adanya dugaan pelanggaran pidana oleh salah satu dari tujuh mantan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia.
Selain itu, proses pemilu di Kuala Lumpur termasuk melanggar administrasi karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat (3) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum.
Pasal tersebut mengatur bahwa PSU di TPS paling lama 10 hari setelah hari pemungutan suara, yakni 24 Februari 2024.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan